UJI
KECERNAAN KOPRA PADA IKAN MAS
Ita Apriani
C1409019
1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan budi
daya ikan. Ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan
mempunyai nutrisi yang baik merupakan salah satu hal yang penting dalam budi
daya ikan. Biaya pakan Biaya yang dikeluarkan
dalam budidaya 75-80% adalah untuk pakan, oleh karena itu, banyak dilakukan
penelitian untuk menekan biaya pakan. Selain untuk memperbesar keuntungan, juga dalam rangka membantu para petani. Saat
ini banyak inovasi yang timbul dalam formulasi pakan ikan. Kebanyakan orang
mencari pengganti tepung ikan (komponen dasar terpenting pakan ikan) dari bahan
yang lebih ekonomis, misalnya tepung kedelai. Hal ini dapat terjadi karena
harga tepung ikan relatif mahal. Inovasi ini sangat membantu dalam pengurangan
harga pakan. Namun demikian, ada beberapa bahan yang sulit untuk dicerna oleh
ikan.
Praktikum kali ini menggunakan bahan
pakan bungkil kopra. Bungkil kopra merupakan hasil proses ekstraksi minyak
kelapa. Tetapi penggunaan bungki kopra dalam pakan ikan menghadapi kendala
seperti: kadar asam amino esensi rendah, kerusakan protein akibat suhu tinggi
dan tingginya kadar serat kasar. Akibatnya bungkil kopra tingkat penggunaannya
hanya sebatas pada level tidak lebih dari 10%. atas level itu besar kemungkinan
akan berpengaruh buruk terhadap tingkat konsumsi makan, laju pertumbuhan dan
produksi telur dari ikan .
Nutrisi yang didapatkan oleh ikan berasal dari pakan yang diberikan yang
selanjutnya dirombak menjadi energi oleh proses percernaan. Dengan demikian,
pengetahuan mengenai proses percernaan makanan pada ikan sangat penting. Karena
itu, praktikum ini dilakukan agar kegiatan budidaya semakin baik.
1.2 Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan
pakan dari bahan baku bungkil kopra pada ikan mas.
I.
METODOLOGI
1.1 Waktu Dan
Tempat
Praktikum ini dilaksanakan mulai tanggal
22 April 2011 yaitu persiapan wadah, pembagian ikan, dan pembagian kelompok.
Mulai tanggal 25 April hingga 8 Mei 2011 dilakukan pemberian pakan dan
pengambilan feses ikan. Tanggal 9 Mei 2011 dilakukan pengeringan feses yang
pertama. Jadwal rutin praktikum adalah tiap hari Selasa pukul 07.00-10.00 WIB.
Uji krom dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2011 dan uji protein dilaksanakan
pada tanggal 26 Mei 2011. Tempat pelaksanaan praktikum adalah di Laboratorium
Nutrisi Basah, dan Laboratorium Nutrisi Kering,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
1.2 Alat Dan
Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali
ini adalah akuarium, tandon, batu kerikil, bahan penyaring, bio ball, hitter, pompa, paralon (aliran air), selang, saringan, kantong
sampah (untuk penutup) cawan petri, oven, spektofotometer, rak
digestion/oksidasi, labu digestion/oksidasi, alat destilasi. Bahan yang
digunakan adalah ikan mas atau ikan nila, pakan PKM, pakan kopra, dan pakan
kontrol, HNO3, HCl, aquades.
1.3 Prosedur
Kerja
1.3.1 Pemeliharaan
ikan
1.3.1.1
Persiapan wadah
Persiapan wadah
dimulai dengan dibersihkannya akuarium dari sisa-sisa kotoran. Setelah akuarium
bersih, kemudian akuarium tersebut diisi oleh air yang berasal dari tandon.
Selang aerasi, inlet, dan outlet disiapkan serta dibersihkan.
Setelah bersih dipasang pada akuarium. Kemudian sebanyak 10 ekor ikan baik ikan
mas atau ikan nila dibagikan pada tiap kelompok.
2.3.1.2
Pemberian pakan
Selama 2 hari setelah
persiapan wadah dan dibagikannya ikan pada tiap kelompok, ikan-ikan dipuaskan
untuk penyesuaian ikan dengan lingkungan barunya dan ikannya tidak merasa
stres. Setelah 2 hari tersebut ikan-ikan mulai diberi pakan sesuai dengan
perlakuan yang telah ditentukan untuk masing-masing kelompok. Pakan diberikan
sebanyak 3 kali sehari sekenyangnya pada pagi hari, siang hari, dan sore hari.
2.3.1.3
Pengambilan feses
Sebelum ikan-ikan
diberi pakan, feses yang ada di dalam akuarium disifon terlebih dahulu dan
dikumpulkan yang berguna untuk pengukuran kecernaan ikan. Namun, feses yang
terlihat di pagi hari ketika akan diberi pakan tidak diambil, karena
feses-feses tersebut besar kemungkinannya sudah terurai dan tidak bisa
digunakan untuk proses pengukuran kecernaan ikan
2.3.1.4
Pengeringan feses
Pengeringan feses
pertama dilakukan setelah 2 minggu perlakuan atau kira-kira jumlah feses yang
terkumpul sudah cukup untuk dilakukan pengujian. Feses-feses yang ada di botol
film dipindahkan ke dalam cawan petri dan kemudian dimasukkan ke dalam oven
selama 24 jam.
2.3.2
Analisa kecernaan
Kecernaan pakan ini dilakukan dengan analisa kadar protein dan uji krom.
2.3.2.1 Analisa kadar protein
Menggunakan metode Kjedahl yang terbagi
menjadi 3 tahap yaitu tahap oksidasi, tahap destilasi dan tahap filtrasi. Tahap
oksidasi dimulai dari sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram menggunakan aluminium
foil dan kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. Ditambahkan 3 gram katalis
dan 10 ml H2SO4 pekat untuk mempercepat penguraian.
Kemudian labu berisi campuran bahan tadi dipanaskan kedalam rak oksidasi selama
3-4 jam sampai terjadi perubahan warna menjadi hijau bening. Selanjutnya
didinginkan, setelah dingin diencerkan dengan akuades hingga volume 100 ml.
Laruatan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk proses destilasi. Pada
tahap destilasi ini labu erlenmeyer diisi dengan akuades sampai setengahnya dan
ditambah beberapa tetes H2SO4 dan dididihkan selama 10
menit.
Keterangan:
A = berat bahan/sampel (g)
vb = volume hasil titrasi blanko (ml)
vs = volume hasil titrasi sampel (ml)
Erlenmeyer yang berisi 10 ml H2SO4
0,05 N dan 2 tetes larutan indikator disimpan dibawah pipa pembuangan kondensor
dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan. 5 ml
larutan sampel dimasukkan kedalam tabung destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH 30%
lalu ditutup. Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air
selama 10 menit setelah terjadi pengembunan pada kondensor. Labu erlenmeyer diturunkan sehingga kondensor
berada di leher labu, kondensor dibilas akuades selama 1-2 menit. Tahap
selanjutnya adalah tahap filtrasi, larutan hasil destilasi dititrasi dengan
NaOH 0,05 N hingga berubah warna. Volume titran dicatat, dan dilakukan prosedur
yang sama terhadap blanko.
2.3.2.2 Uji
Krom
Uji krom ini dimulai dari bahan sampel
ditimbang sebanyak 0,1 gram, kemudian ditambahkan HNO3 sebanyak 5
ml. Larutan sampel yang dibentuk kemudian dipanaskan hingga volumnya mencapai 1
ml. Setelah itu larutan diangkat dan didinginkan. Dimasukkan HCl sebanyak 3 ml
sampai ada perubahan warnaa menjadi hijau. Kemudian dipanaskan sampai ada
perubahan warna menjadi orange dan ditunggu selama 10 menit. Larutan tersebut
diencerkan menjadi 100 ml selanjutnya dispektrofotometri pada panjang gelombang
350 nm.
% Krom =
2.4
Parameter yang diukur
2.4.1
Jumlah
konsumsi pakan
Pemeliharaan
ikan selama proses pengujian, ikan diberikan pakan dengan metode adsatiation.
2.4.1
Kecernaan
Protein, kecernaan bahan, kecernaan total
Persentase kecernaan protein (%), keceranaan bahan, dan kecernaan total
dihitung berdasarkan rumus berikut :
Kecernaan protein (%) =
Kecernaan bahan =
Kecernaan total
= 100 –
Keterangan :
ADT =
nilai kecernaan pakan uji
AD =
nilai kecernaan pakan acuan
I.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil
Tabel 1. Kecernaan protein
pada ikan mas
Sampel
|
Cr2O3 pakan
|
Cr2O3 feses
|
Protein pakan
|
Protein feses
|
Kecernaan protein
|
PKM
|
0.4699
|
0.4721
|
26.5500
|
15.3100
|
42.6039
|
Kopra
|
0.4925
|
0.3047
|
30.7140
|
7.3900
|
61.1097
|
Kontrol
|
0.4755
|
0.6563
|
32.3564
|
17.4200
|
60.9936
|
Berdasarkan tabel kecernaan protein
pada ikan mas, dapat dilihat bahwa nilai kecernaan protein tertinggi adalah
pada pakan kopra sebesar 61,1097. Sedangkan nilai kecernaan protein terendah
adalah pakan PKM yaitu sebesar 42,6039.
Tabel 2. Kecernaan total dan
bahan pada ikan mas
Sampel
|
Cr2O3 pakan
|
Cr2O3 feses
|
Kecernaan Total
|
Kecernaan bahan
|
PKM
|
0.4699
|
0.4721
|
0.466
|
-62.7262
|
Kopra
|
0.4925
|
0.3047
|
-61.634
|
-205.4480
|
Kontrol
|
0.4755
|
0.6563
|
27.548
|
91.8279
|
Berdasarkan tabel kecernaan total
dan bahan pada ikan mas, nilai kecernaan yang paling tinggi adalah pakan
kontrol, sedangkan yang paling rendah adalah pakan kopra. Nilai kecernaan bahan
yang paling tinggi adalah pakan kontrol, sedangkan yang paling rendah adalah
pakan kopra.
1.2 Pembahasan
Bahas hasil, kaitkan dengan tinpus
Kecernaan adalah kombinasi mekanik dan
kimia suatu zat-zat makanan dari konsumsi pakan yang tidak diekskresikan ke
dalam feses, selisih antara zat makanan yang dikonsumsi dengan yang
dieksresikan dalam feses merupakan jumlah zat makanan yang dapat dicerna. Jadi
kecernaan merupakan kemampuan suatu bahan pakan yang dapat dimanfaatkan oleh
ternak. Tinggi rendahnya kecernaan suatu bahan pakan menunjukkan seberapa
besar bahan pakan itu mengandung zat-zat makanan dalam bentuk yang dapat
dicernakan ke dalam saluran pencernaan. Kecernaan dapat digunakan sebagai salah
satu cara untuk menentukan nilai pakan karena semakin tinggi nilai kecernaan
suatu bahan pakan makin besar zat-zat makanan yang diserap (Mokoginta 1986).
Nilai kecernaan suatu bahan pakan
menunjukkan bagian dari zat-zat makanan yang dicerna dan diserap, sehingga
tubuh siap untuk melakukakn metabolisme. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecernaan suatu bahan pakan yaitu penyiapan makanan, jumlah makanan, komposisi
ransum, jenis hewan, komposisi zat makanan, bentuk fisik bahan pakan, lemak,
defisiensi zat makanan, dan antinutrisi. Kecernaan pakan juga dipengaruhi oleh
proses dan metode pengolahan bahan-bahan tersebut, sebab dari beberapa bahan
makanan yang perlu penanganan khusus karena keberadaan zat inhibitor dalam
bahan makanan, contohnya pemanasan 127 – 204oC dapat
meningkatkan kecernaan protein tepung kedelai dari 45% menjadi 75% (NRC
1983). Pengujian kecernaan ini dilakukan
untuk mengetahui kualitas dari suatu bahan pakan.
Analisa kecernaan baik
pada pakan maupun bahan pakan dapat dilakukan dengan mengumpulkan feses. Selama
pakan melalui saluran pencernaan, tidak semua
pakan dicerna dan diserap. Bagian yang tidak dicerna dibuang dalam
bentuk feses. Kecernaan pakan dan nutrient dapat ditentukan dengan menggunakan
indikator yang mempunyai sifat mudah diindentifikasi atau tidak diserap
sehingga dapat melewati salarun pencernaan. Bahan Cr2O3
dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan kecernaan pakan dengan
asumsi semua khrom trioksida ikan melalui sistem pencernaan dan terlihat dalam
feses. Cr2O3 yang digunakan pada pada penentuan kecernaan
ikan adalah 0,5-1,0% (NRC 1983).
Bungkil kelapa merupakan sumber lemak yang baik untuk ikan serta
mengandung protein. Bungkil kelapa selain mudah didapat harganya juga murah.
Bungkil kelapa selain sebagai sumber asam lemak juga sebagai sumber Ca dan P
meskipun kandungannya sedikit (Hardjosworo 2000). Penggunaan bungkil kelapa
seharusnya tidak lebih dari 20 % karena penggunaan yang berlebihan harus
diimbangi dengan penambahan metionin dan lisin (tepung ikan) serta lemak dalam
ransum. Kandungan protein dalam bungkil kelapa cukup tinggi yaitu 18 % ,
sedangkan nilai gizinya dibatasi oleh tidak tersedianya dan ketidakseimbangan
asam amino (Rasyaf 1991).
Meskipun kadar protein pakan campuran dengan bungkil kelapa menjadi rendah
tetapi melalui proses metabolisme, lemak yang terserap dapat diubah menjadi
karbohidrat atau protein. Persyaratannya adalah lemak dalam campuran pakan ini
harus merupakan lemak yang mudah dicerna dan diserap sistem pencernaan ikan.
Komposisi lemak berpengaruh terhadap proses pencernaan; asam lemak tak jenuh
akan lebih cepat dicerna daripada asam lemak jenuh. Bila kandungan lemak yang
berasal dari bungkil kelapa memiliki asam lemak jenuh yang tinggi maka
dibutuhkan energi pemecahan lemak yang lebih besar, sehingga energi untuk
pertumbuhannya berkurang. Bagaimanapun kandungan lemak total pada pakan akan
memperlambat proses pencernaan dan waktu kosong saluran pencernaan ikan. Dengan
adanya faktor tersebut, diduga ikan yang diberi pakan campuran dengan ampas
kelapa mengkonsumsi pakan lebih sedikit dan lebih lama dibandingkan dengan ikan
kontrol. Perlakuan pakan dengan bungkil kelapa menyebabkan meningkatnya
kandungan serat seiring bertambahnya pencampuran bungkil kelapa. Makanan yang
berserat akan menyebabkan bertambahnya energi yang dibutuhkan dalam proses
pencernaan (Hardjosworo 2000).
Tepung bungkil kelapa sawit adalah
merupakan produk sampingan dari minyak sawit. PKM lebih tepat disebut sebagai
sumber karbohidrat dibanding sebagai sumber protein karena kandungan proteinnya
yang rendah sedangkan kandungan karbohidratnya tinggi. PKM mempunyai kandungan
protein yang berkisar antar 15 sampai 18% dan mengalami kekurangan lisine dan
metionin. Kandungan serat kasar dari PKM sangat tinggi dan rasio Ca:P adalah
1:2,4. PKM merupakan sumber mangan yang baik. PKM mengandung sedikitnya 60% NSP
yang merupakan raktor pembatas utama dalam penggunaannya pada pakan hewan monogastric karena tidak daapat dicerna.
Semakin tinggi penggunaan PKM dalam pakan dapat menekan pertumbuhan ikan. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh komposisi asam amino pakan yang tidak seimbang,
penurunan tingkat kecernaan nutrisi pakan dan palatabilitas (Mokoginta
1986).
I.
KESIMPULAN
Dari hasil
peengujian nilai kecernaan protein ikan mas (Cyprinus carpio) pada pakan
kopra sebesar 61,1097%. Jadi pakan kopra
yang berasal dari bungkil kelapa dapat dijadikan bahan laternatif yang baik untuk ikan mas karena mengandung
protein cukup tinggi yaitu 18 %. Bungkil kelapa selain mudah didapat harganya
juga murah sehingga akan mengurangi
biaya pakan yang harus dikeluarkan dalam budidaya.
DAFTAR
PUSTAKA
Harjosworo, P. S.
Dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Mokoginta, I. 1986.
Kebutuhan ikan lele (Clarias batrachus
Linn) akan asam-asam lemak linoleat dan linolenat. Tesis. Sekolah Pasca
Sarjana, IPB. Bogor. 66 p.
NRC. 1983. Nutrient
requirement of warmwater fishes dan shellfishes (Rev. Ed.). Acad. Press.
Washington DC. 86pp.
Rasyaf, M. 1998. Beternak Ayam Broiler.
Kanisius, Yogyakarta.
Yah, gak ada timpusnya Mbak...^^
BalasHapusTapi Alhamdulillah jd ada gambaran. Terima Kasih...
(Abdul Aziz 47)
sama-sama ^_^
BalasHapussemoga bermanfaat ya
Like like...
BalasHapusmau tanya mbak, di tempat saya banyak ampas kelapa sisa pembuatan santan, apa itu dapat dijadikan alterantif bahan baku pakan ikan,
BalasHapuskalau bisa, kandungan proteinnya berapa ya? cara pengolahannya bagaimana?
terimakasih
dari firman
ampas kelapa bisa dijadikan alternatif pakan ikan, untuk mengetahui kandungan proteinnya perlu di lakukan analisa proksimat dahulu. untuk pengolahanya bisa baca artikel-artikel terkait pemanfaatan ampas. thanx... sudah berkunjung ke tulisan ini, semoga bermanfaat ^_^
BalasHapus