5 April 2012

Uji Kecernaan Kopra pada Ikan Mas


UJI KECERNAAN KOPRA PADA IKAN MAS
Ita Apriani
C1409019
1.1  Latar Belakang
Pakan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan budi daya ikan. Ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan mempunyai nutrisi yang baik merupakan salah satu hal yang penting dalam budi daya ikan. Biaya pakan  Biaya yang dikeluarkan dalam budidaya 75-80% adalah untuk pakan, oleh karena itu, banyak dilakukan penelitian untuk menekan biaya pakan. Selain untuk memperbesar keuntungan,  juga dalam rangka membantu para petani. Saat ini banyak inovasi yang timbul dalam formulasi pakan ikan. Kebanyakan orang mencari pengganti tepung ikan (komponen dasar terpenting pakan ikan) dari bahan yang lebih ekonomis, misalnya tepung kedelai. Hal ini dapat terjadi karena harga tepung ikan relatif mahal. Inovasi ini sangat membantu dalam pengurangan harga pakan. Namun demikian, ada beberapa bahan yang sulit untuk dicerna oleh ikan.

Praktikum kali ini menggunakan bahan pakan bungkil kopra. Bungkil kopra merupakan hasil proses ekstraksi minyak kelapa. Tetapi penggunaan bungki kopra dalam pakan ikan menghadapi kendala seperti: kadar asam amino esensi rendah, kerusakan protein akibat suhu tinggi dan tingginya kadar serat kasar. Akibatnya bungkil kopra tingkat penggunaannya hanya sebatas pada level tidak lebih dari 10%. atas level itu besar kemungkinan akan berpengaruh buruk terhadap tingkat konsumsi makan, laju pertumbuhan dan produksi telur dari ikan .
Nutrisi yang didapatkan oleh ikan berasal dari pakan yang diberikan yang selanjutnya dirombak menjadi energi oleh proses percernaan. Dengan demikian, pengetahuan mengenai proses percernaan makanan pada ikan sangat penting. Karena itu, praktikum ini dilakukan agar kegiatan budidaya semakin baik.

1.2  Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan pakan dari bahan baku bungkil kopra pada ikan mas.

I.                   METODOLOGI

1.1  Waktu Dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan mulai tanggal 22 April 2011 yaitu persiapan wadah, pembagian ikan, dan pembagian kelompok. Mulai tanggal 25 April hingga 8 Mei 2011 dilakukan pemberian pakan dan pengambilan feses ikan. Tanggal 9 Mei 2011 dilakukan pengeringan feses yang pertama. Jadwal rutin praktikum adalah tiap hari Selasa pukul 07.00-10.00 WIB. Uji krom dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2011 dan uji protein dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2011. Tempat pelaksanaan praktikum adalah di Laboratorium Nutrisi Basah, dan Laboratorium Nutrisi Kering,  Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

1.2  Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah akuarium, tandon, batu kerikil, bahan penyaring, bio ball, hitter, pompa, paralon (aliran air), selang, saringan, kantong sampah (untuk penutup) cawan petri, oven, spektofotometer, rak digestion/oksidasi, labu digestion/oksidasi, alat destilasi. Bahan yang digunakan adalah ikan mas atau ikan nila, pakan PKM, pakan kopra, dan pakan kontrol, HNO3, HCl, aquades.

1.3  Prosedur Kerja
1.3.1  Pemeliharaan ikan
1.3.1.1  Persiapan wadah
Persiapan wadah dimulai dengan dibersihkannya akuarium dari sisa-sisa kotoran. Setelah akuarium bersih, kemudian akuarium tersebut diisi oleh air yang berasal dari tandon. Selang aerasi, inlet, dan outlet disiapkan serta dibersihkan. Setelah bersih dipasang pada akuarium. Kemudian sebanyak 10 ekor ikan baik ikan mas atau ikan nila dibagikan pada tiap kelompok.
2.3.1.2 Pemberian pakan
Selama 2 hari setelah persiapan wadah dan dibagikannya ikan pada tiap kelompok, ikan-ikan dipuaskan untuk penyesuaian ikan dengan lingkungan barunya dan ikannya tidak merasa stres. Setelah 2 hari tersebut ikan-ikan mulai diberi pakan sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan untuk masing-masing kelompok. Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari sekenyangnya pada pagi hari, siang hari, dan sore hari.
2.3.1.3  Pengambilan feses
Sebelum ikan-ikan diberi pakan, feses yang ada di dalam akuarium disifon terlebih dahulu dan dikumpulkan yang berguna untuk pengukuran kecernaan ikan. Namun, feses yang terlihat di pagi hari ketika akan diberi pakan tidak diambil, karena feses-feses tersebut besar kemungkinannya sudah terurai dan tidak bisa digunakan untuk proses pengukuran kecernaan ikan
2.3.1.4  Pengeringan feses
Pengeringan feses pertama dilakukan setelah 2 minggu perlakuan atau kira-kira jumlah feses yang terkumpul sudah cukup untuk dilakukan pengujian. Feses-feses yang ada di botol film dipindahkan ke dalam cawan petri dan kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam.

2.3.2        Analisa kecernaan
Kecernaan pakan ini dilakukan dengan  analisa kadar protein dan  uji krom.
 2.3.2.1 Analisa kadar protein
Menggunakan metode Kjedahl yang terbagi menjadi 3 tahap yaitu tahap oksidasi, tahap destilasi dan tahap filtrasi. Tahap oksidasi dimulai dari sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram menggunakan aluminium foil dan kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. Ditambahkan 3 gram katalis dan 10 ml H2SO4 pekat untuk mempercepat penguraian. Kemudian labu berisi campuran bahan tadi dipanaskan kedalam rak oksidasi selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna menjadi hijau bening. Selanjutnya didinginkan, setelah dingin diencerkan dengan akuades hingga volume 100 ml. Laruatan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk proses destilasi. Pada tahap destilasi ini labu erlenmeyer diisi dengan akuades sampai setengahnya dan ditambah beberapa tetes H2SO4 dan dididihkan selama 10 menit.
Keterangan:
A         = berat bahan/sampel (g)
vb        = volume hasil titrasi blanko (ml)
vs         = volume hasil titrasi sampel (ml)
Erlenmeyer yang berisi 10 ml H2SO4 0,05 N dan 2 tetes larutan indikator disimpan dibawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan. 5 ml larutan sampel dimasukkan kedalam tabung destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% lalu ditutup. Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit setelah terjadi pengembunan pada kondensor.  Labu erlenmeyer diturunkan sehingga kondensor berada di leher labu, kondensor dibilas akuades selama 1-2 menit. Tahap selanjutnya adalah tahap filtrasi, larutan hasil destilasi dititrasi dengan NaOH 0,05 N hingga berubah warna. Volume titran dicatat, dan dilakukan prosedur yang sama terhadap blanko.
2.3.2.2 Uji Krom
Uji krom ini dimulai dari bahan sampel ditimbang sebanyak 0,1 gram, kemudian ditambahkan HNO3 sebanyak 5 ml. Larutan sampel yang dibentuk kemudian dipanaskan hingga volumnya mencapai 1 ml. Setelah itu larutan diangkat dan didinginkan. Dimasukkan HCl sebanyak 3 ml sampai ada perubahan warnaa menjadi hijau. Kemudian dipanaskan sampai ada perubahan warna menjadi orange dan ditunggu selama 10 menit. Larutan tersebut diencerkan menjadi 100 ml selanjutnya dispektrofotometri pada panjang gelombang 350 nm.
% Krom =

2.4            Parameter yang diukur
2.4.1        Jumlah konsumsi pakan
Pemeliharaan ikan selama proses pengujian, ikan diberikan pakan dengan metode adsatiation.
2.4.1        Kecernaan Protein, kecernaan bahan, kecernaan total
Persentase kecernaan protein (%), keceranaan bahan, dan kecernaan total dihitung berdasarkan rumus berikut :
Kecernaan protein (%)   = 
Kecernaan bahan            =
Kecernaan total              =   100 –  
Keterangan :
ADT    =  nilai kecernaan pakan uji
AD      =  nilai kecernaan pakan acuan


I.                   HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1  Hasil
Tabel 1. Kecernaan protein pada ikan mas
Sampel
Cr2O3 pakan
Cr2O3 feses
Protein pakan
Protein feses
Kecernaan protein
PKM
0.4699
0.4721
26.5500
15.3100
42.6039
Kopra
0.4925
0.3047
30.7140
7.3900
61.1097
Kontrol
0.4755
0.6563
32.3564
17.4200
60.9936
            Berdasarkan tabel kecernaan protein pada ikan mas, dapat dilihat bahwa nilai kecernaan protein tertinggi adalah pada pakan kopra sebesar 61,1097. Sedangkan nilai kecernaan protein terendah adalah pakan PKM yaitu sebesar 42,6039.
Tabel 2. Kecernaan total dan bahan pada ikan mas
Sampel
Cr2O3 pakan
Cr2O3 feses
Kecernaan Total
Kecernaan bahan
PKM
0.4699
0.4721
0.466
-62.7262
Kopra
0.4925
0.3047
-61.634
-205.4480
Kontrol
0.4755
0.6563
27.548
91.8279
            Berdasarkan tabel kecernaan total dan bahan pada ikan mas, nilai kecernaan yang paling tinggi adalah pakan kontrol, sedangkan yang paling rendah adalah pakan kopra. Nilai kecernaan bahan yang paling tinggi adalah pakan kontrol, sedangkan yang paling rendah adalah pakan kopra.

1.2  Pembahasan
Bahas hasil, kaitkan dengan tinpus
Kecernaan adalah kombinasi mekanik dan kimia suatu zat-zat makanan dari konsumsi pakan yang tidak diekskresikan ke dalam feses, selisih antara zat makanan yang dikonsumsi dengan yang dieksresikan dalam feses merupakan jumlah zat makanan yang dapat dicerna. Jadi kecernaan merupakan kemampuan suatu bahan pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak.  Tinggi rendahnya kecernaan suatu bahan pakan menunjukkan seberapa besar bahan pakan itu mengandung zat-zat makanan dalam bentuk yang dapat dicernakan ke dalam saluran pencernaan. Kecernaan dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan nilai pakan karena semakin tinggi nilai kecernaan suatu bahan pakan makin besar zat-zat makanan yang diserap (Mokoginta 1986).
Nilai kecernaan suatu bahan pakan menunjukkan bagian dari zat-zat makanan yang dicerna dan diserap, sehingga tubuh siap untuk melakukakn metabolisme. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan suatu bahan pakan yaitu penyiapan makanan, jumlah makanan, komposisi ransum, jenis hewan, komposisi zat makanan, bentuk fisik bahan pakan, lemak, defisiensi zat makanan, dan antinutrisi. Kecernaan pakan juga dipengaruhi oleh proses dan metode pengolahan bahan-bahan tersebut, sebab dari beberapa bahan makanan yang perlu penanganan khusus karena keberadaan zat inhibitor dalam bahan makanan, contohnya pemanasan 127 – 204oC dapat meningkatkan kecernaan protein tepung kedelai dari 45% menjadi 75% (NRC 1983).  Pengujian kecernaan ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari suatu bahan pakan.
            Analisa kecernaan baik pada pakan maupun bahan pakan dapat dilakukan dengan mengumpulkan feses. Selama pakan melalui saluran pencernaan, tidak semua  pakan dicerna dan diserap. Bagian yang tidak dicerna dibuang dalam bentuk feses. Kecernaan pakan dan nutrient dapat ditentukan dengan menggunakan indikator yang mempunyai sifat mudah diindentifikasi atau tidak diserap sehingga dapat melewati salarun pencernaan. Bahan Cr2O3 dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan kecernaan pakan dengan asumsi semua khrom trioksida ikan melalui sistem pencernaan dan terlihat dalam feses. Cr2O3 yang digunakan pada pada penentuan kecernaan ikan adalah 0,5-1,0% (NRC 1983).
Bungkil kelapa merupakan sumber lemak yang baik untuk ikan serta mengandung protein. Bungkil kelapa selain mudah didapat harganya juga murah. Bungkil kelapa selain sebagai sumber asam lemak juga sebagai sumber Ca dan P meskipun kandungannya sedikit (Hardjosworo 2000). Penggunaan bungkil kelapa seharusnya tidak lebih dari 20 % karena penggunaan yang berlebihan harus diimbangi dengan penambahan metionin dan lisin (tepung ikan) serta lemak dalam ransum. Kandungan protein dalam bungkil kelapa cukup tinggi yaitu 18 % , sedangkan nilai gizinya dibatasi oleh tidak tersedianya dan ketidakseimbangan asam amino (Rasyaf 1991).
Meskipun kadar protein pakan campuran dengan bungkil kelapa menjadi rendah tetapi melalui proses metabolisme, lemak yang terserap dapat diubah menjadi karbohidrat atau protein. Persyaratannya adalah lemak dalam campuran pakan ini harus merupakan lemak yang mudah dicerna dan diserap sistem pencernaan ikan. Komposisi lemak berpengaruh terhadap proses pencernaan; asam lemak tak jenuh akan lebih cepat dicerna daripada asam lemak jenuh. Bila kandungan lemak yang berasal dari bungkil kelapa memiliki asam lemak jenuh yang tinggi maka dibutuhkan energi pemecahan lemak yang lebih besar, sehingga energi untuk pertumbuhannya berkurang. Bagaimanapun kandungan lemak total pada pakan akan memperlambat proses pencernaan dan waktu kosong saluran pencernaan ikan. Dengan adanya faktor tersebut, diduga ikan yang diberi pakan campuran dengan ampas kelapa mengkonsumsi pakan lebih sedikit dan lebih lama dibandingkan dengan ikan kontrol. Perlakuan pakan dengan bungkil kelapa menyebabkan meningkatnya kandungan serat seiring bertambahnya pencampuran bungkil kelapa. Makanan yang berserat akan menyebabkan bertambahnya energi yang dibutuhkan dalam proses pencernaan (Hardjosworo 2000).
            Tepung bungkil kelapa sawit adalah merupakan produk sampingan dari minyak sawit. PKM lebih tepat disebut sebagai sumber karbohidrat dibanding sebagai sumber protein karena kandungan proteinnya yang rendah sedangkan kandungan karbohidratnya tinggi. PKM mempunyai kandungan protein yang berkisar antar 15 sampai 18% dan mengalami kekurangan lisine dan metionin. Kandungan serat kasar dari PKM sangat tinggi dan rasio Ca:P adalah 1:2,4. PKM merupakan sumber mangan yang baik. PKM mengandung sedikitnya 60% NSP yang merupakan raktor pembatas utama dalam penggunaannya pada pakan hewan monogastric karena tidak daapat dicerna. Semakin tinggi penggunaan PKM dalam pakan dapat menekan pertumbuhan ikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh komposisi asam amino pakan yang tidak seimbang, penurunan tingkat kecernaan nutrisi pakan dan palatabilitas  (Mokoginta 1986).
 

I.                   KESIMPULAN

Dari hasil peengujian nilai kecernaan protein ikan mas (Cyprinus carpio) pada pakan kopra sebesar 61,1097%.  Jadi pakan kopra yang berasal dari bungkil kelapa dapat dijadikan bahan laternatif  yang baik untuk ikan mas karena mengandung protein cukup tinggi yaitu 18 %. Bungkil kelapa selain mudah didapat harganya juga murah  sehingga akan mengurangi biaya pakan yang harus dikeluarkan dalam budidaya.

DAFTAR PUSTAKA

Harjosworo, P. S. Dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mokoginta, I. 1986. Kebutuhan ikan lele (Clarias batrachus Linn) akan asam-asam lemak linoleat dan linolenat. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor. 66 p.

NRC. 1983. Nutrient requirement of warmwater fishes dan shellfishes (Rev. Ed.). Acad. Press. Washington DC. 86pp.

Rasyaf, M. 1998. Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

 



5 komentar:

  1. Yah, gak ada timpusnya Mbak...^^

    Tapi Alhamdulillah jd ada gambaran. Terima Kasih...

    (Abdul Aziz 47)

    BalasHapus
  2. mau tanya mbak, di tempat saya banyak ampas kelapa sisa pembuatan santan, apa itu dapat dijadikan alterantif bahan baku pakan ikan,
    kalau bisa, kandungan proteinnya berapa ya? cara pengolahannya bagaimana?
    terimakasih

    dari firman

    BalasHapus
  3. ampas kelapa bisa dijadikan alternatif pakan ikan, untuk mengetahui kandungan proteinnya perlu di lakukan analisa proksimat dahulu. untuk pengolahanya bisa baca artikel-artikel terkait pemanfaatan ampas. thanx... sudah berkunjung ke tulisan ini, semoga bermanfaat ^_^

    BalasHapus

silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu