PENCERNAAN
(Kecernaan Pakan Secara IN VIVO dan IN VITRO)
Ita Apriani
C14090019
1.1
Latar
Belakang
Pengetahuan
mengenai pencernaan makanan sangat dibutuhkan dalam mengkaji pola nutrisi
makanan pada makhluk hidup termasuk ikan, karena pakan memiliki peran yang
sangat penting baik dalam produksi maupun pertumbuhannya. Semakin cepat pakan
ikan dicerna, maka penyerapan sari makanan akan semakin mudah diserap oleh
tubuh. Pencernaan
adalah sebuah proses metabolisme dimana suatu makhluk hidup memproses sebuah
zat makanan dan kemudian dengan cara kimia atau mekanik zat - zat makanan
tersebut dirubah menjadi nutrisi. Pencernaan terjadi pada organisme multi sel,
sel, dan tingkat sub-sel, biasanya pada hewan (Affandi, 2002).
Pencernaan
biasanya dibagi menjadi aktivitas mekanik dan kimia. Kebanyakan
hewan vertebrata, pencernaan adalah suatu proses bertingkat-tingkat dalam
sebuah sistem pencernaan setelah ingesti dari bahan mentah (Affandi,
2002). Proses
pencernaan ini berlangsung pada saluran pencernaan dan untuk berlangsungnya
proses pencernaan ini dibutuhkan cairan digestif (enzim, HCl, bikarbonat, air
dan lain-lain) dan energi, selama proses ini perubahan sifat dan bentuk zat
makanan terjadi karena berbagi enzim yang terkandung dari berbagai cairan
pencerna. Dimana setiap enzim mempunyai tugas khusus untuk menyaring dan
bekerja atas satu jenis makanan dan tidak mempunyai pengaruh terhadap jenis
lainnya. Dari
pentingnya proses pencernaan ini berkaitan dengan penyederhanaan zat makanan
oleh enzim dan proses fisiologis yang terjadi pemahaman terhadap proses ini
dibutuhkan, apalagi jika dihubungkan dengan kegiatan budidaya perikanan.
1.2
Tujuan
Mengetahui enzim mana
yang paling banyak menghidrolisa protein dan mengetahui emulsifikator nama yang
paling baik dalam mengemulsikan lemak
I.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1.1
Hasil
Berikut ini
adalah data hasil pengukuran pencernaan protein.
Tabel 1.Hasil pengukuran
pencernaan protein.
Perlakuan
|
Tingkat
kekeruhan
|
Kontrol
|
+
|
Papain
|
++
|
Brolin
|
+++
|
Pankreas
|
-
|
Keterangan: - : tidak keruh
+ : agak keruh
++ : keruh
+++ : sangat keruh
Berdasarkan
tabel 1 di atas, larutan yang terlihat paling keruh adalah larutan yang
ditambahkan enzim brolin. Larutan dengan perlakuan penambahan papain terlihat keruh,
larutan yang tidak di beri perlakuan (kontrol) terlihat agak keruh dan larutan
yang diberi perlakuan pankreas terlihat tidak keruh.
Tabel
2. Hasil pengukuran pencernaan lemak
Waktu (menit)
|
Empedu
|
Kuning Telur
|
Kontrol
|
15
|
++
|
+++
|
-
|
30
|
++
|
+++
|
-
|
45
|
++
|
+++
|
-
|
60
|
++
|
+++
|
-
|
Keterangan: - : sangat cepat
+ : cepat
++ : lambat
+++ : sangat lambat
Berdasarkan tabel 2 di atas, kuning telur memisah sangat lambat, empedu
memisah lambat dan kontol memisah sangat cepat.
1.2
Pembahasan
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel yang
bekerja degan urutan-urutan yang teratur. Enzim mengkatalis ratusan reaksi
secara bertahap dengan menguraikan molekul-molekul sel dari prekursor
sederhana. Diantara
sejumlah enzim yang berpartisipasi dalam metabolisme terdapat sekelompok khusus enzim pengatur
yang dapat mengenali berbagai respon metabolik dan mengubah kecepatan
katalitiknya sesuai dengan
respon yang diterima melalui berbagai aktifitasnya dan sistem koordinasi yang
baik (Khoirunnisa, 2002 dalam
Humaidy, 2009).
Untuk menentukan kualitas protein dalam bahan makanan dapat dilakukan
secara in vitro, yaitu metode
penentuan kulaitas protein secara khemis berdasarkan pada pemecahan protein
oleh enzim proteolitik seperti papain, brolin dan pankreas (Narasinga, 1978 dalam Wirastuti, 2006). Dalam pencernaan enzim memiliki
fungsi yang sangat penting dalam penyederhanaan makanan, Menurut Fujaya (2002) dalam Humaidy
(2009) pencernaan protein menjadi asam
animo dipercepat oleh enzim protease, lipid menjadi asam lemak oleh esterase
dan lipase, sedangkat karbohidart menjadi glukosa oleh karbohidrase,
bahan-bahan yang bebentuk sederhana ini yang diserap usus.
Pada tabel
1, dapat kita lihat bahwa kekeruhan terbesar ada pada bromelin, dengan hasil pengamatan ketika dikocok
sangat keruh, hal ini menjelaskan bahwa enzim bromelin banyak menghidrolisa protein, yang diindikasikan dengan kekeruhan
tersebut. Bromelin mampu memecah
molekul-molekul protein menjadi bentuk asam animo (Kuntoro, 1979 dalam Indrawati, 1983 dalam Wijiati, 2000 dalam Humaidy, 2009). Hal ini disebabkan karena enzim bromelin mempunyai sisi
aktif yang mengadung thiol (SH) sehingga mampu memecah molekul-moleku protein
menjadi bentuk asam. Selain itu dilihat dari komposisi pembuatan enzim tersebut
yang terbuat dari buah nanas yang banyak mengandung serat-serat sehingga
serat-serat tersebut kurang tersaring dan hasil saringan yang banyak mengandung
serat itu dipakai untuk indikator pencernaan protein. Namun hal itu juga
disebabkan karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti pH, suhu,dan
adanya inhibitor( Fox, 1982 dalam Khoirunnisa, 2002 dalam Humaidy, 2009).
Kekeruhan
kedua yang besar terdapat pada enzim papain, karena enzim papain terdiri atas
212 residu asam amino yang aktif pada kisaran pH 5,0 – 8,0 dan suhu 50OC hingga 60OC,
sehingga dapat melarutkan sari makanan dan kekeruhannya hampir sama dengan
enzim bromelin. Sedangkan untuk nilai kekeruhan terkecil terdapat pada pepsin, karena
pepsin sangat aktif pada pH rendah (pH 1,0) ketika hampir semua enzim lain
inreaktif (Khoirunnisa, 2002 dalam Humaidy, 2009).
Emulsifikator merupakan bahan untuk menstabilkan cairan
emulsi, dimana pengertian dari emulsi itu sendiri adalah suatu campuran yang terdiri dari dua bahan tidak bisa bercampur, dengan satu
bahan (fasa tersebar) tersebar di dalam fasa yang lain (Anonima
2008). Cairan
empedu berperan sebagai bahan emulsi. Cairan empedu terdapat sebagai asam
empedu dan garam empedu. Tetapi empedu mengandung sejumlah besar garam-garam
empedu terutama dalam bentuk garam natrium terionisasi yang sangat penting
dalam proses emulsifikasi lemak (Anonimb 2008).
Pada tabel 2, larutan empedu mudah mengalami
pencampuran dengan lemak, sedangkan larutan kuning telur mudah mengalami pencampuran
dan pemisahan lebih lambat daripada larutan empedu. Hal ini menunjukan bahwa kuning telur dapat
mengemulsi lemak dengan baik.
Kuning telur dapat stabil karena lemak dalam telur berbentuk emulsi yang juga
dapat bergabung dengan air sehingga menjadi lebih mudah dicerna, hal ini
disebabkan karena sepertiga kuning telur merupakan gliserida
asam lemak yang mudah dicerna lambung dan dapat diserap dengan baik oleh usus
halus. Sedangkan pada cairan empedu yang mengandung zat anorganik dan beberapa
zat organik seperti asam empedu, bilirubin dan kolesterol serta adanaya asam
empedu sebagai emulgator maka lemak dalam usus dapat dipecah-pecah menjadi
partikel kecil sehingga luas permukaan lemak menjadi lebih besar tetapi sulit
diserap oleh usus tersebut (Rosmawati, 2004 dalam
Humaidy, 2009). Pengemulsian kontrol dan minyak tidak mengalami pencampuran karena sangat cepat memisah ketika di kocok.
I.
SIMPULAN
1.1
Kesimpulan
Protein dan lemak merupakan zat
makanan yang sangat penting dalam tubuh dan diproses secara kimia dalam tubuh,
dimana hasil akhirnya adalah asam animo dan asam lemak. Enzim pencernaan berperan sebagai
alat bantu pencernaan secara kimiawi. Bahan yang paling baik untuk pencernaan
protein pada ikan adalah enzim bromelin, karena enzim bromelin mampu memecah
molekul-molekul protein menjadi bentuk asam animo. Emulsifikator merupakan bahan
untuk menstabilkan cairan emulsi, pengemulsian lemak oleh kuning
telur adalah emulsifikator yang paling
baik dibandingkan empedu. Bahan vortivikasi yang paling baik
untuk meningkatkan laju kecernaan protein dan lemak dalam pakan ikan adalah enzim
bromelin buah nanas emulsifikator kuning telur.
1.2
Saran
Untuk praktikum selanjutnya di harapkan jenis enzim
dan emulsifikator yang digunakan sebagai bahan lebih beragam lagi, dan lebih
baik lagi tidak hanya uji kecernaan terhadap protein dan lemak saja, namun juga
ditambahkan uji kecernaan terhadap karbohidrat, vitamin dan mineral yang
akhinya akan menambah pengatahuan mahasiswa akan berbagai macam enzim yang
bermanfaat bagi kegiatan budidaya.
DAFTAR
PUSTAKA
Affandi, Ridwan. 2002. Fisiologi Hewan Air.
Pekanbaru: Unri Press.
Humaidy, D, Fahrulsyah dan Zewita, M. 2009. Pengukuran Laju Kecernaan Pakan
Secara In Vitro Pada Ikan Mas (Cyprinus
carpio) [terhubung berkala] http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/19915
(27 April 2011).
Wirastuti, dkk. 2006. Pengaruh pengolahan terhadap
kecernaan atau digestibilitas protein. Jurusan teknologi pangan dan hasil
pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada :Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu