Penduduk sekitar Danau Texcoco, Meksiko telah menggunakan spirulina
sebagai bahan makanan sejak 500 tahun yang lalu, saat itu spirulina
diolah menjadi lempengan-lempengan seperti biskuit. Sejak
berabad-abad silam hubungan antara manusia dan ganggang mikro telah
dicatat pada beberapa kejadian seperti yang tertulis dalam kitab suci
orang Israel bahwaTuhan telah menciptakan manna, berupa lempengan
terhampar di permukaan air yang dapat digunakan untuk mengatasi
kelaparan. Hamparan manna tersebut dikumpulkan lalu dicampur atau
ditaburkan pada roti kemudian dipanggang. Mereka percaya, manna adalah
sejenis lumut kerak hasil simbiosis antara jamur dan ganggang biru yang
membentuk lapisan di atas permukaan batu karang atau tempat lainnya.
Manna tersebut digunakan sebagai sumber vitamin dan mineral.
Mitos
lainnya yang cukup menarik adalah penggunaan ganggang biru selama
ribuan tahun oleh penduduk Vietnam. Konon, seorang biksu bernama Khong
Ming Khong menemukan padi yang ditanami dengan paku air azolla akan
memberikan hasil panen yang jauh lebih baik. Berdasarkan temuannya
tersebut, para petani mewujudkan rasa terima kasih mereka atas jasa
biksu Khong dengan membangun sebuah kuil untuk pemujaan arwahnya.
Setelah 700 tahun, seorang wanita Vietnam bernama Ba Heng
menemukan kembali azolla yang sangat bermanfaat meningkatkan produksi
padi, sehingga orang-orang Vietnam dapat terhindar dari kelaparan.
Akhirnya satu abad kemudian para ahli fikologi menemukan, di dalam
azolla ternyata hidup berasosiasi ganggang hijau-biru (Cyanophyceae)
yang dapat mengikat nitrogen (N2) dari udara (nitrofixing) sehingga
sangat bermanfaat untuk pupuk hayati tanaman padi.
Beratus-ratus
tahun silam, para petani di India, Filipina, dan Afrika telah
menggunakan campuran ganggang hijau Ababaena azollae dengan paku air
Azolla pinnata di lahan persawahan yang tidak diberi pupuk TSP atau
urea. Hasilnya, panen padi meningkat drastis. Akhirnya para peneliti
dari Cyanotech, USA mulai mengembangkan ganggang biru penambat nitrogen
seperti Tolypothrix sp., Calothrix sp., Anabaena sp., dan Nostoc sp. Di
lahan persawahan, perkebunan tebu, dan gandum. Hasilnya menunjukkan, 15%
penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan dan kandungan nitrogen
bertamhah 20-30 kg/musim/ha lahan dengan peningkatan hasil panen 10-15
kali.
Selain mampu merangsang percepatan pertumbuhan tanaman dan
mencegah mikroorganisme patogen. Campuran tersebut juga mampu
memperbaiki tekstur dan struktur tanah persawahan sehingga tahan banjir.
Data tahun 1985-an menunjukkan, negara berkembang telah mengimpor pupuk
kimia anorganik sebesar 85 juta ton yang 30%-nya adalah pupuk urea.
Untuk mengatasi ketergantungan para petani terhadap pupuk kimia tersebut
maka para ahli fikologi India, China, Myanmar, dan Vietnam mencoba
mencari alteratif lain, yaitu pupuk ganggang biru penambat nitrogen.
Akhirnya India berhasil melakukan proses pemilihan biak unggul ganggang
biru penambat nitrogen dan merangsang percepatan tumbuh dengan
penambahan hara Mo (Moloibdat), P (Fosfor), K (Kalium), dan Ca (Kalsium)
sehingga diperoleh galur (variasi jenis) yang siap diaplikasikan di
lapangan. Galur diarahkan agar resisten (tahan) terhadap pestisida yang
nantinya dapat digunakan sebagai pakan ternak. Teknologi yang
dikembangkan ini dapat meningkatkan kandungan nitrogen di persawahan
hingga 60-60 kg/ha/panen.
Dari sisi lain, sejak 500 tahun silam
ganggang biru renik berpilin spirulina telah dimanfaatkan oleh penduduk
sekitar danau Texcoco dalam bentuk lempengan biskuit berwarna hijau
kebiruan yang oleh penduduk setempat dibeli di sekitar Mexico City
dengan nama tecuitlatl. Lempengan biskuit tersebut oleh seorang ahli
botani Bernal Diaz del Costella diberi nama ganggang renik spirulina.
Di
awal tahun 1940-an beberapa jurnal ilmiah mulai memublikasikan pangan
alami dari teciutlalt. Selanjutnya, sekitar tahun 1963-an, Dangeard
seorang peneliti dari French Oil Institute, tertarik pada laporan
tentang dihe yang dimakan oleh penduduk distrik Kanembu sekitar danau
Chad, Afrika. Setelah diteliti ternyata dihe tersebut adalah cake keras
yang dibuat dari ganggang biru spirulina dan telah dikeringkan di bawah
sinar matahari. Dihe tersebut dikoleksi dari tepian kolam-kolam kecil di
sekitar danau Chad. Dilaporkan juga bahwa jutaan burung flamingo di
sekitar lembah Rift, Afrika Timur terbang ke danau Bodou dan danau
Rombu, di Chad untuk memakan seluruh ganggang berpilin spirulina saat
.jumlahnya melimpah.
Dua puluh lima tahun kemudian, ekspedisi
Belgia, Tran Sahara menemukan, ganggang biru melimpah di atas permukaan
danau Chad pada musim tertentu. Akhirnya seorang ahli botani Leonard
telah menemukan bahwa cake kering ganggang biru yang dijual di pasar
tradisional Fort Lamy—sekarang Ndjemena, Chad—adalah spirulina. Tiupan
angin gurun telah mendorong lempengan biomasa ganggang spirulina
tersebut menuju dan berkumpul ke tepian danau. Oleh penduduk di sekitar
danau tersebut lempengan biomasa ini dikumpulkan dengan kain kelambu
yang dibuat menyerupai kerucut untuk seterusnya dimasukkan ke dalam
tempayan tanah liat. Biomasa mikroalga yang telah terkumpul dikeringkan
di bawah terik matahari di atas pasir beralaskan nampan. Setelah kering,
lempengan biomasa tersebut dipotong-potong menjadi sebesar biskuit,
selanjutnya dijual ke pasar setempat di sekitar Chad.
Dihe atau
cake spirulina dihidangkan dengan cara diseduh terlebih dahulu dengan
air panas secukupnya kemudian dicampur dengan saus tomat dan bumbu lada,
kemudian di atasnya ditaburi biji jawawut, kacang-kacangan, dan irisan
ikan atau daging. Dihe tersebut merupakan pangan utama bagi 70%
penduduk Kanembu. Bahkan mitos yang sangat kuat dan turun-temurun
tentang dihe mempercayai bahwa ibu hamil yang memakan dihe, akan
melahirkan bayi yang sehat, selamat, dan terhindar dari tukang sihir
atau roh jahat yang berkeliaran. Demikian juga penduduk distrik Karla,
India telah meng-gunakan dihe sebagai sumber pangan alami
nonkonvensional yang bergizi tinggi, berkhasiat menyembuhkan berbagai
penyakit, dan menambah vitalitas serta kebugaran tubuh. Karena itu, dihe
selalu mereka gunakan dalam adonan cepat (makanan khas India), roti,
dan sup. Bahkan, penduduk Karla telah berhasil membudi-dayakan ganggang
berpilin spirulina di sekitar pekarangan mereka untuk dimanfaatkan
sendiri. Keterampilan ini diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Setelah dihe diamati secara cermat oleh para pakar fikologi,
ternyata ia adalah kumpulan trikhoma dari mikroalga Spirulina
platensis.
Akhirnya, tidak kurang dari sembilan jenis ganggang
yang hidup di air tawar telah digunakan secara turun temurun sebagai
pangan alami di lebih dari 15 negara di dunia sebagai pangan
nonkonvensional bergizi tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu