KETAHANAN IKAN DI LUAR AIR
Ita Apriani
C14090019
1.1
Latar Belakang
Oksigen digunakan untuk
proses metabolisme, oleh karenanya keberadaan oksigen akan mempengaruhi proses
metabolisme yang terjadi dalam tubuh organisme. Jika oksigen dalam perairan
rendah, energi yang dihasilkan dari proses metabolisme juga akan rendah. Ketika
ikan dikeluarkan dari medianya maka akan retjaadi respon di dalam tubuh ikan
terhadap pengaruh lingkungan yang diberikan. Salah satu respon yang di uji
dalam praktikum ini adalah tingkat ketahanan ikan ketika berada di luar media
air. Tingkat ketahanan untuk bertahan di luar media air berbeda-beda tergantung
pada jenis, ukuran, kondisi fisiologis dan variabel lingkungan seperti suhu dan
tingkat kelembaban. Selain itu setiap jenis ikan memiliki toleransi yang
berbeda dan tingkah adaptasi yang berbeda terhadap ketahanan di luar media air.
Umumnya ikan tidak dapat mengambil oksigen di luar media air. Beberapa
jenis ikan memiliki alat pernapasan tambahan yang dapat membantu bertahan lebih
lama di luar air. Ikan yang tidak memiliki alat pernapasan tambahan melakukan
pola adaptasi dengan mengeluarkan lendir pada permukaan tubuhnya untuk
mempertahankan kelembaban tubuhnya. Pada praktikum kemampuan ketahanan ikan di
luar media air ini sangat berguna bagi proses transportasi ikan, karena dengan
mengetahui daya tahan ikan maka dapat ditentukan metode pengangkutan yang cocok
diterapkan pada jenis ikan tersebut. Oleh karena itu praktikum ketahanan ikan di
luar air sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan dari suatu jenis
ikan bertahan di luar media hidupnya.
1.2
Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui suatu jenis ikan atau biota
air bertahan hidup di luar media hidupnya
1.1
Hasil
3.1.1 Tabel 1 Tingkah
Laku/Ketahanan Ikan Nila Oreochromis
niloticus di Luar Media Air
Berikut
ini adalah tabel hasil pengamatan tingkah laku/ketahanan ikan nila (Oreochromis niloticus) di luar media
air.
Waktu
|
Kelompok 1
|
Kelompok 6
|
|||
Σ Ikan Mati
|
MR
|
Σ Ikan Mati
|
MR
|
||
15 menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
30 menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
45 menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
60 menit
|
2
|
40%
|
5
|
100%
|
|
75 menit
|
0
|
40%
|
-
|
-
|
|
90 menit
|
1
|
60%
|
-
|
-
|
|
105 menit
|
0
|
60%
|
-
|
-
|
|
120 menit
|
1
|
80%
|
-
|
-
|
|
135 menit
|
0
|
80%
|
-
|
-
|
|
150 menit
|
1
|
100%
|
-
|
-
|
3.1.3 Tabel 2 Tingkah
Laku/Ketahanan Ikan Sepat Trichogaster
sp. di Luar Media Air
Berikut
ini adalah tabel hasil pengamatan tingkah laku/ketahanan ikan sepat (Trichogaster sp.) di luar media air.
Waktu
|
Kelompok 2
|
Kelompok 7
|
|||
Σ Ikan Mati
|
MR
|
Σ Ikan Mati
|
MR
|
||
15 menit
|
3
|
60%
|
0
|
0
|
|
30 menit
|
0
|
60%
|
2
|
40%
|
|
45 menit
|
0
|
60%
|
0
|
40%
|
|
60 menit
|
1
|
80%
|
0
|
40%
|
|
75 menit
|
0
|
80%
|
1
|
60%
|
|
90 menit
|
0
|
80%
|
0
|
60%
|
|
105 menit
|
1
|
100%
|
0
|
60%
|
|
120 menit
|
-
|
-
|
2
|
100%
|
3.1.5 Tabel 3 Tingkah
Laku/Ketahanan Ikan Lele Clarias sp.
di Luar Media Air
Berikut ini adalah
tabel tingkah laku/ketahanan ikan lele (Clarias
sp.) di luar media air.
Waktu
|
Kelompok
3
|
Kelompok
8
|
|||
Σ
Ikan Mati
|
MR
|
Σ
Ikan Mati
|
MR
|
||
15
menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
30
menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
45
menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
60
menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
120
menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
180
menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
240
menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
300
menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
360
menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
420
menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
480
menit
|
0
|
0
|
1
|
20
%
|
|
540
menit
|
0
|
0
|
2
|
60
%
|
|
600
menit
|
1
|
20%
|
2
|
100
%
|
|
630
menit
|
2
|
60%
|
-
|
-
|
|
660
menit
|
1
|
80%
|
-
|
-
|
|
705
menit
|
1
|
100%
|
-
|
-
|
Berdasarkan tabel 3 di atas, ketahanan ikan lele kelompok 3 hidup di luar media air mampu bertahan hingga beberapa jam, namun akhinya semua mati pada menit ke-705. Sedangkan ikan lele kelompok 8 pada menit ke- 600 semua mati sehingga MR 100%.
3.1.6 Tabel 4 dan Grafik 4 Tingkah
Laku/Ketahanan Ikan Gurame Osphronemous
goramy di Luar Media Air
Berikut ini adalah
tabel dan grafik 4 tingkah laku/ketahanan ikan gurame (Osphronemous goramy) di luar media air.
Waktu
|
Kelompok 4
|
Kelompok 9
|
|||
Σ Ikan Mati
|
MR
|
Σ Ikan Mati
|
MR
|
||
15 menit
|
1
|
20%
|
0
|
0
|
|
30 menit
|
1
|
40%
|
1
|
20%
|
|
45 menit
|
2
|
80%
|
2
|
60%
|
|
60 menit
|
0
|
80%
|
1
|
80%
|
|
75 menit
|
0
|
80%
|
0
|
80%
|
|
90 menit
|
1
|
100%
|
0
|
80%
|
|
105 menit
|
-
|
-
|
0
|
80%
|
|
120 menit
|
-
|
-
|
1
|
100%
|
3.1.7
Tabel
5 dan Grafik 5 Tingkah Laku/Ketahanan Ikan Patin Pangasius sp. di Luar
Media Air
Berikut
ini adalah tabel dan grafik tingkah laku/ketahanan ikan patin (Pangasius sp.) di luar media air.
Waktu
|
Kelompok 5
|
Kelompok 10
|
||
Σ Ikan Mati
|
MR
|
Σ Ikan Mati
|
MR
|
|
15 menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
30 menit
|
0
|
0
|
0
|
0
|
45 menit
|
0
|
0
|
1
|
20%
|
60 menit
|
0
|
0
|
1
|
40%
|
75 menit
|
0
|
0
|
0
|
40 %
|
90 menit
|
0
|
0
|
0
|
40%
|
105 menit
|
0
|
0
|
0
|
40%
|
120 menit
|
0
|
0
|
1
|
60%
|
135 menit
|
0
|
0
|
0
|
60%
|
150 menit
|
2
|
50%
|
0
|
60%
|
165 menit
|
0
|
50%
|
0
|
60%
|
180 menit
|
1
|
75%
|
2
|
100%
|
210 menit
|
0
|
75%
|
-
|
-
|
240 menit
|
1
|
100%
|
-
|
-
|
3.1
Pembahasan
Oksigen digunakan untuk
proses metabolisme, oleh karenanya keberadaan oksigen akan mempengaruhi proses
metabolisme yang terjadi dalam tubuh organisme. Ketika ikan
yang berada pada medium yang tekanan parsial oksigennya berbeda antara tubuh
dan lingkungannya akan memenuhi kebutuhan oksigennya dengan cara memompa air
lebih besar melalui peningkatan frekuensi pergerakan operkulum. Oleh karena
itu, ikan yang tidak memiliki alat pernapasan tambahan cenderung bergerak lebih
aktif. Konsumsi oksigen dipengaruhi juga oleh kondisi fisiologis ikan tersebut. apabila ikan dikeluarkan dari media air,
insang tidak akan mampu memanfaatkan oksigen karena medium air dan medium udara
berbeda dalam hal kerapatan maupun kekentalannya meskipun sama-sama fluida. Hal
ini akan berpengaruh terhadap tingkah laku ikan untuk merespon perlakuan
apabila dikeluarkan dari media air. Insang ikan akan cendrung lengket dan
berkurang kelembabannya apabila berada di luar media. Umumnya ikan akan
mengeluarkan lendir sebagai cara untuk mempertahankan kelembabannya. Namun ada
beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasan tambahan seperti labirin (sepat, betok, gurame), arborescent (lele dan patin), divertikula
(gabus), bukopharinx (belut), maupun
kulit (ikan sebelah) yang mampu memanfaatkan langsung oksigen dari udara
sehingga ketahanan ikan-ikan tersebut menjadi lebih baik (Affandi, 2002).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan,
pada tabel 1dan grafik 1 diperoleh bahwa waktu kematian ikan
nila sangat cepat. Ikan yang
terakhir mati
pada kelompok 1 terjadi
pada menit ke-150. Sedangkan pada kelompok 6 semua ikan mati pada menit ke- 60. Hal ini terjadi karena pada ikan nila tidak terdapat
alat pernapasan tambahan seperti ikan-ikan lainnya sehingga ikan nila lebih
cepat mati ketika berada di luar media air. Asumsi ini didukung oleh pendapat Putri (2010) ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di
kolam yang sempit dan dangkal. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak
terlalu deras alirannya, di waduk, rawa, sawah, tambak air payau, atau di dalam
jaring terapung di laut. Ikan nila juga merupakan jenis ikan euryhaline
yaitu memiliki kisaran salinitas yang lebar namun ikan nila tidak mempunyai alat pernapasan
tambahan untuk membantunya mengikat oksigen udara bebas sehingga sangat
sensitif ketika berada di luar air.
Pada tabel 2 dan grafik 2 diperoleh waktu kematian
untuk ikan sepat relatif cepat namun tidak secepat ikan nila. Ikan
sepat yang terakhir
mati pada kelompok 2 terjadi di menit ke-105 dan pada kelompok 7 ikan yang terakhir mati
terjadi pada
menit ke- 120. Ikan sepat
termasuk ikan yang mempunyai alat pernapasan tambahan yaitu berupa lipatan-lipatan epitelium pernapasan. Alat
tambahan ini merupakan turunan dari lembar insang pertama yang disebut labirin.
Jika dilihat dari segi alat pernapasannya ikan sepat seharusnya mampu
bertahan hidup lebih lama diluar media air jika dibandingkan dengan ikan yang
tidak mempunyai alat pernapasan tambahan. Namun ketahanan ikan diluar media air
tidak hanya dilihat dari segi alat pernapasan tambahannya saja, ada faktor lain
yang mempengaruhi ketahanan ikan diluar media air yaitu keadaan stadia ikan dan
ukuran tubuh. Pada praktikum ketahanan ini, ikan yang digunakan sebagai sampel
adalah ikan sepat yang masih kecil dan berukuran 5-7 cm sehingga keberadan
labirin belum berkembang dengan sempurna yang akhirnya kemampuan menyerap
oksigen di udara tidak optimal. Asumsi ini didukung oleh pendapat Affandi
(2002) bahwa tingkat ketahanan ikan untuk bertahan di luar media air
berbeda-beda tergantung pada jenis, ukuran, kondisi fisiologis dan variabel
lingkungan seperti suhu dan tingkat kelembaban.
Pada tabel 3 dan grafik 3 diperoleh waktu kematian
untuk ikan lele sangat lama. Ikan lele yang terakhir mati pada kelompok 3 terjadi di menit ke-705 dan pada kelompok 8 ikan lele yang terakhir mati
terjadi pada
menit ke-800. Ikan
lele mempunyai insang tambahan yang dinamakan arborescent organ yang
berfungsi untuk mengambil oksigen dari atas permukaan air sehingga mampu
bertahan hidup lebih baik walau dalam kondisi kekurangan oksigen bahkan dalam
keadaan tidak air sekalipun ikan lele masih mampu bertahan hingga beberapa jam.
Asumsi ini didukung oleh Surantiningsih (2005) dalam Suyanto (2008) bahwa secara anatomi ikan lele memiliki alat
pernafasan tambahan yang terletak di bagian depan rongga insang. Alat pernafasan tambahan
ini bentuknya seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Inilah yang menyebabkan ikan lele mampu hidup
di tempat yang kurang oksigen atau bahkan di luar air yang memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen langsung
dari udara. Oleh karena itu, ikan lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang
mengandung sedikit kadar oksigen.
Pada tabel 4 dan grafik 4 diperoleh waktu kematian
untuk ikan gurame cukup lama. Ikan gurame yang terakhir mati pada kelompok 4 terjadi di menit ke-90 dan pada kelompok 9 ikan gurame yang terakhir mati
terjadi pada
menit ke-120. Ikan gurame
termasuk ikan yang mempunyai alat pernapasan tambahan yang disebut labirin yang terletak di dalam rongga insang, yang berfungsi
untuk mengambil oksigen di udara sehingga ikan gurame mampu bertahan di luar
media dari pada ikan nila. Dengan menggunakan labirin yang berfungsi untuk
mengambil udara langsung dari permukaan air, maka ikan gurami dapat bertahan
hidup lebih baik walau oksigen terlarutnya sedikit.
Pada tabel 5 dan grafik 5 diperoleh waktu kematian untuk ikan patin
cukup lama. Ikan gurame
yang terakhir mati pada kelompok
5
terjadi di menit
ke-240 dan
pada kelompok
10
ikan patin yang terakhir
mati terjadi pada menit ke-180. Ikan patin mempunyai alat pernapasan tambahan
yaitu labirin yang berupa lipatan-lipatan epitelium pernapasan. Alat
tambahan ini merupakan turunan dari lembar insang pertama. Labirin terletak
pada suatu rongga di belakang atau di atas insang. Dengan adanya alat tambahan
ini, ikan patin mampu hidup di perairan yang miskin oksigen telarut, asalkan
permukaan perairan terdapat udara bebas. Selain itu ikan patin mempunyai lendir di tubuhnya yang akan menjaga kelembaban
tubuhnya di luar media air.
Pada uji ketahanan ikan di luar media air, ikan lele dan
ikan patin mempunyai waktu yang lama ketahanannya dari pada ikan lainnya. Hal
ini disebabkan karena kedua ikan ini memiliki alat pernapasan tambahan sama seperti
ikan gurame dan ikan sepat. Ikan lele dan ikan patin juga mempunyai lendir di
tubuhnya yang akan menjaga kelembaban tubuhnya di luar media air. Alat
pernapasan tambahan juga berfungsi pada saat ikan berada di lingkungan yang
kadar oksigennya menipis. Pada ikan gurame dan ikan sepat alat pernapasan
tambahannya berfungsi untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Lain halnya
dengan ikan nila, ikan ini tidak dapat bertahan lama di luar medianya karena
tidak mempunyai alat pernafasan tambahan.
I.
KESIMPULAN
1.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
percobaan yang diperoleh pada praktikum ini dapat simpulkan bahwa praktikan
telah dapat mengetahui jenis ikan atau biota akuatik yang mempunyai ketahanan
hidup di luar media hidupnya. Ikan ikan lele, patin, sepat, dan gurame ketahanan di luar media air lebih lama karena mempunyai alat pernapasan tambahan
sehingga mampu memanfaatkan oksigen di udara untuk menunjang kelangsungan
hidupnya dibandingkan dengan ikan yang tidak memiliki alat
pernapasan tambahan seperti ikan nila.
1.2
Saran
Untuk praktikum-praktikum
selanjutnya diharapkan ikan uji yang digunakan lebih bervariasi, tidak hanya
ikan air tawar melainkan
ikan laut atau, sehingga dapat menambah pengetahuan tentang ikan
budidaya dan dapat mengetahui tingkat ketahan organisme akuatik di luar
medianya sehingga memudahkan proses transportasi ikan yang mendukung
keberhasilan dalam sistem budidaya perairan.
DAFTAR
PUSTAKA
Affandi, Ridwan. 2002. Fisiologi Hewan Air.
Pekanbaru: Unri Press.
Putri, DSR. 2010. Pengaruh Perbedaan salinitas Pada Ikan Nila Gift
[terhubung berkala] http://fpik.unpad.ac.id/archives/430 (10 April
2011).
Suyanto Rachmatun. 2008. Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Penebar
Swadaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu