2 April 2012

Ketahanan Ikan di Luar Air


KETAHANAN IKAN DI LUAR AIR 

Ita Apriani
C14090019

1.1              Latar Belakang
            Oksigen digunakan untuk proses metabolisme, oleh karenanya keberadaan oksigen akan mempengaruhi proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh organisme. Jika oksigen dalam perairan rendah, energi yang dihasilkan dari proses metabolisme juga akan rendah. Ketika ikan dikeluarkan dari medianya maka akan retjaadi respon di dalam tubuh ikan terhadap pengaruh lingkungan yang diberikan. Salah satu respon yang di uji dalam praktikum ini adalah tingkat ketahanan ikan ketika berada di luar media air. Tingkat ketahanan untuk bertahan di luar media air berbeda-beda tergantung pada jenis, ukuran, kondisi fisiologis dan variabel lingkungan seperti suhu dan tingkat kelembaban. Selain itu setiap jenis ikan memiliki toleransi yang berbeda dan tingkah adaptasi yang berbeda terhadap ketahanan di luar media air.

Umumnya ikan tidak dapat mengambil oksigen di luar media air. Beberapa jenis ikan memiliki alat pernapasan tambahan yang dapat membantu bertahan lebih lama di luar air. Ikan yang tidak memiliki alat pernapasan tambahan melakukan pola adaptasi dengan mengeluarkan lendir pada permukaan tubuhnya untuk mempertahankan kelembaban tubuhnya. Pada praktikum kemampuan ketahanan ikan di luar media air ini sangat berguna bagi proses transportasi ikan, karena dengan mengetahui daya tahan ikan maka dapat ditentukan metode pengangkutan yang cocok diterapkan pada jenis ikan tersebut. Oleh karena itu praktikum ketahanan ikan di luar air sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan dari suatu jenis ikan bertahan di luar media hidupnya.

1.2              Tujuan
            Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui  suatu jenis ikan atau biota air bertahan hidup di luar media hidupnya


1.1              Hasil
3.1.1 Tabel 1 Tingkah Laku/Ketahanan Ikan Nila Oreochromis niloticus di Luar Media Air
Berikut ini adalah tabel hasil pengamatan tingkah laku/ketahanan ikan nila (Oreochromis niloticus) di luar media air.
Waktu

Kelompok 1

Kelompok 6
Σ Ikan Mati
MR

Σ Ikan Mati
MR
15 menit
0
0

0
0
30 menit
0
0

0
0
45 menit
0
0

0
0
60 menit
2
40%

5
100%
75 menit
0
40%

-
-
90 menit
1
60%

-
-
105 menit
0
60%

-
-
120 menit
1
80%

-
-
135 menit
0
80%

-
-
150 menit
1
100%

-
-

Berdasarkan tabel 1 di atas, ikan yang mati pada kelompok 1 mulai pada menit ke- 60 dengan jumlah ikan yang mati sebanyak 2 ekor dan MR 100% terjadi pada menit ke-150. Sedangkan pada kelompok 6 semua ikan mati  pada menit ke- 60 dengan jumlah ikan mati 5 ekor sehingga MR 100%


3.1.3 Tabel 2 Tingkah Laku/Ketahanan Ikan Sepat Trichogaster sp. di Luar Media Air
Berikut ini adalah tabel hasil pengamatan tingkah laku/ketahanan ikan sepat (Trichogaster sp.) di luar media air.
Waktu

Kelompok 2

Kelompok 7
Σ Ikan Mati
MR

Σ Ikan Mati
MR
15 menit
3
60%

0
0
30 menit
0
60%

2
40%
45 menit
0
60%

0
40%
60 menit
1
80%

0
40%
75 menit
0
80%

1
60%
90 menit
0
80%

0
60%
105 menit
1
100%

0
60%
120 menit
-
-

2
100%

Berdasarkan tabel 2 di atas, didapat ikan sepat kelompok 2 pada menit ke- 15 mulai mengalami kematian dengan jumlah 3 ekor, MR 60% dan ikan mati semua pada menit ke-105 sehingga MR 100%. Sedangkan hasil percobaan kelompok 7 semua ikan mati pada menit ke- 120.


3.1.5 Tabel 3 Tingkah Laku/Ketahanan Ikan Lele Clarias sp. di Luar Media Air
Berikut ini adalah tabel tingkah laku/ketahanan ikan lele (Clarias sp.) di luar media air.
Waktu

Kelompok 3

Kelompok 8
Σ Ikan Mati
MR

Σ Ikan Mati
MR
15 menit
0
0

0
0
30 menit
0
0

0
0
45 menit
0
0

0
0
60 menit
0
0

0
0
120 menit
0
0

0
0
180 menit
0
0

0
0
240 menit
0
0

0
0
300 menit
0
0

0
0
360 menit
0
0

0
0
420 menit
0
0

0
0
480 menit
0
0

1
20 %
540 menit
0
0

2
60 %
600 menit
1
20%

2
100 %
630 menit
2
60%

-
-
660 menit
1
80%

-
-
705 menit
1
100%

-
-


















Berdasarkan tabel 3 di atas, ketahanan ikan lele kelompok 3 hidup di luar media air mampu bertahan hingga beberapa jam, namun akhinya semua mati pada menit ke-705. Sedangkan ikan lele kelompok 8 pada menit ke- 600 semua mati sehingga MR 100%.
 
3.1.6 Tabel 4 dan Grafik 4 Tingkah Laku/Ketahanan Ikan Gurame Osphronemous goramy di Luar Media Air
Berikut ini adalah tabel dan grafik 4 tingkah laku/ketahanan ikan gurame (Osphronemous goramy) di luar media air.
Waktu

Kelompok 4

Kelompok 9
Σ Ikan Mati
MR

Σ Ikan Mati
MR
15 menit
1
20%

0
0
30 menit
1
40%

1
20%
45 menit
2
80%

2
60%
60 menit
0
80%

1
80%
75 menit
0
80%

0
80%
90 menit
1
100%

0
80%
105 menit
-
-

0
80%
120 menit
-
-

1
100%

Berdasarkan tabel 4 di atas, ketahanan ikan gurame kelompok 4 mengalami kematian pada menit ke- 90. Sedangkan ketahanan ikan gurame kelompok 9 mengalami kematian pada menit ke- 120.

3.1.7        Tabel 5 dan Grafik 5 Tingkah Laku/Ketahanan Ikan Patin Pangasius sp. di Luar Media Air
Berikut ini adalah tabel dan grafik tingkah laku/ketahanan ikan patin (Pangasius sp.) di luar media air.
Waktu
Kelompok 5
Kelompok 10
Σ Ikan Mati
MR
Σ Ikan Mati
MR
15 menit
0
0
0
0
30 menit
0
0
0
0
45 menit
0
0
1
20%
60 menit
0
0
1
40%
75 menit
0
0
0
40 %
90 menit
0
0
0
40%
105 menit
0
0
0
40%
120 menit
0
0
1
60%
135 menit
0
0
0
60%
150 menit
2
50%
0
60%
165 menit
0
50%
0
60%
180 menit
1
75%
2
100%
210 menit
0
75%
-
-
240 menit
1
100%
-
-

Berdasarkan tebel 5 di atas, ketahanan ikan patin pada kelompok 5 mampu bertahan selama 210 menit dan akhirnya mati pada menit ke-240. Sedangkan ketahanan ikan patin kelompok 10 mampu bertahan hingga menit ke-165 dan mati semua pada menit ke-180 sehingga MR 100%

3.1              Pembahasan
Oksigen digunakan untuk proses metabolisme, oleh karenanya keberadaan oksigen akan mempengaruhi proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh organisme. Ketika ikan yang berada pada medium yang tekanan parsial oksigennya berbeda antara tubuh dan lingkungannya akan memenuhi kebutuhan oksigennya dengan cara memompa air lebih besar melalui peningkatan frekuensi pergerakan operkulum. Oleh karena itu, ikan yang tidak memiliki alat pernapasan tambahan cenderung bergerak lebih aktif. Konsumsi oksigen dipengaruhi juga oleh kondisi fisiologis ikan tersebut. apabila ikan dikeluarkan dari media air, insang tidak akan mampu memanfaatkan oksigen karena medium air dan medium udara berbeda dalam hal kerapatan maupun kekentalannya meskipun sama-sama fluida. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkah laku ikan untuk merespon perlakuan apabila dikeluarkan dari media air. Insang ikan akan cendrung lengket dan berkurang kelembabannya apabila berada di luar media. Umumnya ikan akan mengeluarkan lendir sebagai cara untuk mempertahankan kelembabannya. Namun ada beberapa jenis ikan yang mempunyai alat pernapasan tambahan seperti labirin (sepat, betok, gurame), arborescent (lele dan patin), divertikula (gabus), bukopharinx (belut), maupun kulit (ikan sebelah) yang mampu memanfaatkan langsung oksigen dari udara sehingga ketahanan ikan-ikan tersebut menjadi lebih baik (Affandi, 2002).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, pada tabel 1dan grafik 1 diperoleh bahwa waktu kematian ikan nila sangat cepat. Ikan yang terakhir mati pada kelompok 1 terjadi pada menit ke-150. Sedangkan pada kelompok 6 semua ikan mati  pada menit ke- 60. Hal ini terjadi karena pada ikan nila tidak terdapat alat pernapasan tambahan seperti ikan-ikan lainnya sehingga ikan nila lebih cepat mati ketika berada di luar media air. Asumsi ini didukung oleh pendapat Putri (2010) ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di waduk, rawa, sawah, tambak air payau, atau di dalam jaring terapung di laut. Ikan nila juga merupakan jenis ikan euryhaline yaitu memiliki kisaran salinitas yang lebar namun ikan nila tidak mempunyai alat pernapasan tambahan untuk membantunya mengikat oksigen udara bebas sehingga sangat sensitif ketika berada di luar air.
Pada tabel 2 dan grafik 2 diperoleh waktu kematian untuk ikan sepat relatif cepat namun tidak secepat ikan nila. Ikan sepat yang terakhir mati pada kelompok 2 terjadi di menit ke-105 dan pada kelompok 7 ikan yang terakhir mati terjadi pada menit ke- 120. Ikan sepat termasuk ikan yang mempunyai alat pernapasan tambahan yaitu berupa lipatan-lipatan epitelium pernapasan. Alat tambahan ini merupakan turunan dari lembar insang pertama yang disebut labirin.  Jika dilihat dari segi alat pernapasannya ikan sepat seharusnya mampu bertahan hidup lebih lama diluar media air jika dibandingkan dengan ikan yang tidak mempunyai alat pernapasan tambahan. Namun ketahanan ikan diluar media air tidak hanya dilihat dari segi alat pernapasan tambahannya saja, ada faktor lain yang mempengaruhi ketahanan ikan diluar media air yaitu keadaan stadia ikan dan ukuran tubuh. Pada praktikum ketahanan ini, ikan yang digunakan sebagai sampel adalah ikan sepat yang masih kecil dan berukuran 5-7 cm sehingga keberadan labirin belum berkembang dengan sempurna yang akhirnya kemampuan menyerap oksigen di udara tidak optimal. Asumsi ini didukung oleh pendapat Affandi (2002) bahwa tingkat ketahanan ikan untuk bertahan di luar media air berbeda-beda tergantung pada jenis, ukuran, kondisi fisiologis dan variabel lingkungan seperti suhu dan tingkat kelembaban.
Pada tabel 3 dan grafik 3 diperoleh waktu kematian untuk ikan lele sangat lama. Ikan lele yang terakhir mati pada kelompok 3 terjadi di menit ke-705 dan pada kelompok 8 ikan lele yang terakhir mati terjadi pada menit ke-800. Ikan lele mempunyai insang tambahan yang dinamakan arborescent organ yang berfungsi untuk mengambil oksigen dari atas permukaan air sehingga mampu bertahan hidup lebih baik walau dalam kondisi kekurangan oksigen bahkan dalam keadaan tidak air sekalipun ikan lele masih mampu bertahan hingga beberapa jam. Asumsi ini didukung oleh Surantiningsih (2005) dalam Suyanto (2008) bahwa secara anatomi ikan lele memiliki alat pernafasan tambahan yang terletak di bagian depan rongga insang. Alat pernafasan tambahan ini bentuknya seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah.  Inilah yang menyebabkan ikan lele mampu hidup di tempat yang kurang oksigen atau bahkan di luar air yang memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Oleh karena itu, ikan lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang mengandung sedikit kadar oksigen.
Pada tabel 4 dan grafik 4 diperoleh waktu kematian untuk ikan gurame cukup lama. Ikan gurame yang terakhir mati pada kelompok 4 terjadi di menit ke-90 dan pada kelompok 9 ikan gurame yang terakhir mati terjadi pada menit ke-120. Ikan gurame termasuk ikan yang mempunyai alat pernapasan tambahan yang disebut labirin yang terletak di dalam rongga insang, yang berfungsi untuk mengambil oksigen di udara sehingga ikan gurame mampu bertahan di luar media dari pada ikan nila. Dengan menggunakan labirin yang berfungsi untuk mengambil udara langsung dari permukaan air, maka ikan gurami dapat bertahan hidup lebih baik walau oksigen terlarutnya sedikit.
Pada tabel 5 dan grafik 5 diperoleh waktu kematian untuk ikan patin cukup lama. Ikan gurame yang terakhir mati pada kelompok 5 terjadi di menit ke-240 dan pada kelompok 10 ikan patin yang terakhir mati terjadi pada menit ke-180. Ikan patin mempunyai alat pernapasan tambahan yaitu labirin yang berupa lipatan-lipatan epitelium pernapasan. Alat tambahan ini merupakan turunan dari lembar insang pertama. Labirin terletak pada suatu rongga di belakang atau di atas insang. Dengan adanya alat tambahan ini, ikan patin mampu hidup di perairan yang miskin oksigen telarut, asalkan permukaan perairan terdapat udara bebas. Selain itu ikan patin mempunyai lendir di tubuhnya yang akan menjaga kelembaban tubuhnya di luar media air.
Pada uji ketahanan ikan di luar media air, ikan lele dan ikan patin mempunyai waktu yang lama ketahanannya dari pada ikan lainnya. Hal ini disebabkan karena kedua ikan ini memiliki alat pernapasan tambahan sama seperti ikan gurame dan ikan sepat. Ikan lele dan ikan patin juga mempunyai lendir di tubuhnya yang akan menjaga kelembaban tubuhnya di luar media air. Alat pernapasan tambahan juga berfungsi pada saat ikan berada di lingkungan yang kadar oksigennya menipis. Pada ikan gurame dan ikan sepat alat pernapasan tambahannya berfungsi untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Lain halnya dengan ikan nila, ikan ini tidak dapat bertahan lama di luar medianya karena tidak mempunyai alat pernafasan tambahan.


I.                KESIMPULAN

1.1              Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh pada praktikum ini dapat simpulkan bahwa praktikan telah dapat mengetahui jenis ikan atau biota akuatik yang mempunyai ketahanan hidup di luar media hidupnya. Ikan ikan lele, patin, sepat, dan gurame ketahanan di luar media air  lebih lama karena mempunyai alat pernapasan tambahan sehingga mampu memanfaatkan oksigen di udara untuk menunjang kelangsungan hidupnya dibandingkan dengan ikan yang tidak memiliki alat pernapasan tambahan seperti ikan nila.

1.2              Saran
Untuk praktikum-praktikum selanjutnya diharapkan ikan uji yang digunakan lebih bervariasi, tidak hanya ikan air tawar melainkan ikan laut atau, sehingga dapat menambah pengetahuan tentang ikan budidaya dan dapat mengetahui tingkat ketahan organisme akuatik di luar medianya sehingga memudahkan proses transportasi ikan yang mendukung keberhasilan dalam sistem budidaya perairan.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Ridwan. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekanbaru: Unri Press.

Putri, DSR. 2010. Pengaruh Perbedaan salinitas Pada Ikan Nila Gift [terhubung berkala] http://fpik.unpad.ac.id/archives/430   (10 April 2011).

Suyanto  Rachmatun. 2008. Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Penebar Swadaya








 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu