Bubu Lipat
1. Definisi dan Klasifikasi
Bubu
adalah alat tangkap ikan yang termasuk perangkap dan berukuran kecil. Bentuk
bubu bermacam-macam. Ada yang berbentuk kotak, silinder dan kerucut, bergantung
pada jenis ikan yang menjadi sasaran tangkapan (Subani dan Barus 1989).
Berdasarkan
pengoperasiannya, Subani dan Barus (1989) menyatakan bahwa bubu dikelompokkan
menjadi tiga jenis, yaitu bubu dasar, untuk menangkap ikan dasar,
ikan karang, udang dan crustacea lain; bubu apung, untuk
menangkap ikan pelagis; bubu hanyut, untuk menangkap ikan terbang. Berdasarkan klasifikasi diatas maka bubu lipat kotak dapat dikelompokkan
kedalam klasifikasi trap yang merupakan bubu dasar.
2. Konstruksi Alat Penangkap
Ikan Bubu Lipat Kotak
Secara
umum konstruksi bubu lipat kotak terdiri atas : badan bubu, mulut bubu, tempat
umpan, tali utama, tali cabang, pemberat, pelampung, dan rangka bubu. Badan
bubu lipat kotak mempunyai dimensi p x l x t = 75 x 50 x 35 cm. Bahan pembentuk
badan bubu adalah jaring PE multifilament berwarna hijau dan berukuran mata
jaring 2,5 cm. Konstruksi badan bubu berbentuk bangun ruang balok dengan rangka
dari besi masif atau behel. Badan bubu merupakan tempat target tangkapan
terperangkap dan di dalamnya terdapat kantung tempat menyinpan umpan (Mariana 2006).
Menurut Mariana (2006), mulut bubu atau funnel
mempunyai celah sebesar 1 cm yang terbentuk dari penghalang berbentuk persegi
ukuran p x l = 50 x 20 cm pada bagian atas dan bawah bubu secara horizontal,
terbuat dari bahan jaring PE multifilament. Penghadang dipasang disisi kanan dan
kiri bagian badan bubu yang berfungsi sebagai jalur atau tempat masuknya target
tangkapan ke dalam bubu.
Kantong umpan berfungsi sebagai tempat penyimpanan umpan
yang akan digunakan pada saat operasi penangkapan ikan. Kantong terbuat dari
kawat kasa yang rangkap dua dengan ukuran p x l x t= 15 x 0,2 x 10 cm
diletakkan tergantung di bagian tengah dalam badan bubu. Tali utama atau main line
berfungsi sebagai tempat mengikatkan tali cabang bubu, agar bubu dapat
terpasang seperti sistem rawai. Tali utama terbuat dari bahan PE multifilament
dengan diameter benang 0,8 cm. Panjang tali utama yang digunakan adalah 100m.
Tali
cabang atau branch line berfungsi
untuk menghubungkan bubu dengan tali utama. Tali cabang terbuat dari PE
multifilament berdiameter benang 0,6 cm dengan panjang 5m. Tali cabang dipasang
pada setiap rangka bubu bagian dasar. Pemberat atau sinker yang
digunakan dapat berupa batu kali yang memiliki berat 1 - 5 kg. Batu dipasang
pada pangkal awal rangkaian tali utama sebagai awal dari rangkaian bubu dan
pangkal akhir rangkaian sebelum pelampung. Pemberat berfungsi agar bubu dapat
tenggelam di dasar perairan dan menahan agar posisi bubu tetap di daerah
pengoperasian (Von Brandt 1984).
Pelampung
atau float tidak dimaksudkan untuk
menambah daya apung alat tangkap, tetapi hanya sebagai tanda posisi rangkaian
bubu dipasang dalam perairan. Pelampung dipasang di pangkal akhir tali utama,
sebagai akhir dari rangkaian bubu. Pelampung yang digunakan umumnya terbuat
dari bahan plastik syntetic rubber berbentuk kapsul, diameter 12 cm, panjang 33
cm. Jarak pelampung dengan pemberat yang berada di pangkal akhir tali utama
dalam rangkaian adalah 20 cm.
Rangka
bubu berfungsi sebagai pembentuk konstruksi bubu. Rangka dibentuk bangun ruang
balok yang dapat dibuka pada bagian atasnya sehingga dapat dilipat. Rangka bubu
terbuat dari besi masif atau behel berdiameter besi 0,8 cm, setiap satu buah
rangka bubu menghabiskan 1,1 m behel
(Subani dan Barus 1989).
3. Kelengkapan dalam unit
penangkapan ikan
3.1 Kapal
Perahu
atau kapal yang digunakan dalam pengoperasian bubu lipat adalah perahu
dengan mesin tempel (outboard engine)
berkekuatan 16 PK dan memakai bahan bakar solar. Perahu terbuat dari kayu
rasamala (Altingia excelsa Noronhae)
dengan ukuran L x B x D = 8x2,5xa,25 m (Von Brandt 1984).
3.2 Nelayan
Nelayan
yang mengoperasikan bubu lipat berjumlah tiga orang. Pembagian tugas dalam
pengoperasian bubu lipat adalah satu orang sebagai juru mudi, satu orang
menyiapkan alat dan umpan, satu orang lagi sebagai petawur bubu (Von Brandt 1984).
3.3 Alat bantu
Menurut kelompok kami, bubu lipat tidak menggunakan alat bantu penangkapan
ikan.
3.4 Umpan
Menurut Djatikusumo (1975)
umpan yang baik harus memenuhi persyaratan yaitu, tahan lama, mempunyai bau
yang spesifik untuk merangsang ikan datang, harga terjangkau, ukuran yang
memadai, disenangi oleh ikan yang jadi tujuan tangkapan. Ikan rucah sebagai umpan pada bubu lipat karena harga terjangkau dan ukuran
yang memadai.
4. Metode pangoperasian alat
Menurut Mariana (2006) terdapat 5 tahap yang dilakukan dalam
pengoperasian bubu lipat kotak
daintaranya adalah :
1. Tahap persiapan
Dilakukan
sebelum operasi penangkapan berlangsung meliputi persiapan alat tangkap bubu
cadangan, pemeriksaan kondisi kapal, mencari umpan dan perbekalan selama
melakukan operasi penangkapan. Persiapan di atas kapal pada trip pagi dilakukan
pada jam 5.00, persiapan untuk penurunan dan pengangkatan berikutnya dilakukan
pada jam 16.00
2. Tahap pencarian daerah penangkapan
Pencarian
daerah tangkapan berdasarkan pada kebiasaan dan pengalaman nelayan dalam
melakukan operasi penagkapan yaitu, di perairan sekitar pantai terbuka yang
dipengaruhi gelombang , kecepatan arus tidak terlalu besar, dasar perairan
berupa pasir, pasir berlumpur dan lumpur. Tahap ini dapat ditempuh dalam waktu
15 menit – 2 jam bergantung pada jarak fishing
ground.
3. Tahap penurunan bubu (setting)
Pada
daerah penangkapan, bubu dapat diturunkan. Penurunan dimulai dengan penurunan
pemberat, penurunan bubu yang telah berumpan, hingga pemberat kedua. Dan
diakhiri dengan penurunan pelampung tanda. Pada saat penurunan mesin kapal
tidak dimatikan sehingga tetap berjalan dengan kecepatan rendah. Tahap ini
berkisar 15-25 menit.
4. Tahap perendaman bubu (soaking)
Selama
11-12 jam. Pada saat ini
nelayan dapat meninggalkan lokasi ataupun tetap menunggu.
5. Tahap pengangkatan bubu (hauling)
Pengangkatan
dimulai dengan pengangkatan pelampung, bubu dan diakhiri pemberat. Satu orang
mengangkat bubu, satu orang mengambil hasil tangkapan dan disimpan si tempat
yang telah disediakan dan memasang umpan kembali serta merapikan bubu diatas
kapal dam kemudian penurunan bubu berikutnya. Pengangkatan atau penurunan bubu
dilakukan pada bagian kiri buritan kapal.
5. Daerah pengoperasian
Daerah
tangkapan berdasarkan pada kebiasaan dan pengalaman nelayan dalam melakukan
operasi penagkapan yaitu, di perairan sekitar pantai terbuka yang dipengaruhi
gelombang , kecepatan arus tidak terlalu besar, dasar perairan berupa pasir, pasir
berlumpur dan lumpur. Pada kedalaman 10 – 25 m (Djatikusumo 1975).
6. Hasil tangkapan
Menurut Djatikusumo (1975), moluska dan crustacea merupakan hasil tangkapan
bubu lipat kotak. Hasil tangkapan utama yaitu; Rajungan (Portunus sp) sebesar 57% dari tangkapan total, rata2 panjang
karapas 9,7 cm 59,3 gram, panjang rajungan
yaitu pada selang 3,5 -17 cm; keong macan (Babylonia sp) rata-rata
lebar cangkang 4,63- 5,29 cm;
keong gonggong (Rhinoclapis sp).
Sedangkan tangkapan sampingan yaitu Udang karang (Panulirus sp), ikan biji nangka (Upeneus sp), Ikan seriding (Stolephorus
sp), udang kipas (Thenus orientalis),
ikan pepetek (Leiognathus sp),dan
kakap merah (Lutjanus sp).
Daftar Pustaka
Von Brandt, A. 1984. Fish Cacthing Methods of The World. London : Fishing News Books
Ltd. P 166-188.
Subani, W & H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan
Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut no.50.
Jakarta : Departemen Pertanian, Direktorat Perikanan, Balai Penelitian
Perikanan laut. Hal 113-114.
Djatikusumo, E. W. 1975.
Dinamika Populasi Ikan. Bahan Kuliah. Jakarta : Akademi Usaha Perikanan. 80hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu