19 Juni 2012

Penyerapan Emisi CO2



PENYERAPAN EMISI CO2 DI PERAIRAN DENGAN MEMANFAATKAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) UNTUK MENCEGAH PENCEMARAN LINGKUNGAN YANG BERASAL DARI LIMBAH BUDIDAYA.
oleh : ita apriani


1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi dunia pada saat ini. Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam studi mutakhir memperlihatkan bahwa masalah pemanasan yang terjadi 50 tahun terakhir disebabkan oleh tindakan manusia sehingga temperatur dibumi telah naik secara cepat. Sejak tahun 1960-an, penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian ahli disebabkan oleh meningkatnya kandungan gas CO2 dan partikel polutan lainnya di atmosfer bumi. Menurut IPCC (Intergovernmental On Panel Climate Change) menyatakan jika laju emisi gas rumah kaca ini dibiarkan terus tanpa terdapat tindakan untuk menguranginya, maka suhu global rata-rata akan meningkat dengan laju 0.3oC setiap 10 tahun. Suhu global rata-rata tahun 1890 adalah 14.5oC dan pada tahun 1980 naik menjadi 15,2oC. Sementara skenario dari Peter Whetton (1993) dengan menggunakan model GCM untuk wilayah Indonesia dihasilkan adanya peningkatan suhu sekitar 0.1oC – 0.5oC pada tahun 2010 dan tahun 2070 sekitar 0.4oC – 3.0oC.

Salah satu indikator yang digunakan dalam menganalisis isu pemanasan global adalah bertambahnya gas rumah kaca, terutama gas CO2. Aktivitas antropogenik, seperti pembakaran bahan bakar atau hutan mempengaruhi keseimbangan siklus karbon, dan menyebabkan bertambahnya CO2 di atmosfer. Di permukaan bumi, karbon disimpan dalam biomassa pada setiap organisme. Karbon dioksida terkumpul sebagai karbon ketika tanaman tumbuh, dan karbon dioksida terkumpul sebagai karbon dalam jaringan tubuh tanaman. Ketika tanaman atau hewan mati, mereka akan terurai dimana kombinasi antara karbon dengan oksigen akan membentuk karbon dioksida, dimana CO2 akan kembali ke atmosfer.
Sejauh ini, berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk mengurangi dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali, penghematan energi, penggunaan energi baru dan terbarukan, dan pemanfaatan berbagai teknologi carbon capture and storage (CCS). Selain tanaman teresterial, ternyata tanaman air pun memiliki peranan dalam teknologi penyimpanan karbon, salah satunya yaitu eceng gondok (Eichhornia crassipes). Selama ini eceng gondok banyak dianggap sebagai gulma air dan sumber masalah di lingkungan perairan, diantaranya : pendangkalan, meningkatkan laju penguapan air, menjadi sarang nyamuk, dan sebagainya. Namun hal itu dapat diantisipasi dengan pengontrolan rutin bahkan terdapat banyak sekali manfaat dari tanaman air yang dapat menyimpan karbon dalam bentuk biomassanya sebagai kerajinan tangan seperti tas, tikar, sandal, furniture dan lain-lain. Karbon yang dihasilkan dari proses fotosintesis dalam akan tetap tersimpan dalam bentuk kerajinan tangan, karbon tidak akan kembali lagi ke atmosfer selama kerajinan tangan tersebut tidak terbakar.

1.2 Tujuan

Teknik ini sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kandungan CO2 dari atmosfer.

<!--[if !supportLists]-->1.3    <!--[endif]-->Manfaat
            Manfaatnya yaitu meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis tanaman air eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang dimanfaatkan untuk menjadi sebuah kerajinan tangan sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.


<!--[if !supportLists]-->1.3              <!--[endif]-->Karbondioksida (CO2)


Karbondioksida merupakan produk dari respirasi yang dilakukan oleh tanaman maupun hewan. Ketersediaan karbondioksida adalah sumber utama untuk fotosintesis, dan pada banyak cara menunjukkan hubungan keterbalikan dengan oksigen. Meskipun suhu merupakan faktor utama dalam regulasi konsentrasi oksigen dan karbondioksida, tetapi hal ini juga tergantung pada fotosintesis tanaman, respirasi dari semua organisme, aerasi air, keberadaan gas – gas lainnya dan oksidasi kimia yang mungkin terjadi (Goldman dan Horne, 1983). Ketersediaan karbondioksida terlarut di air dapat bersumber dari air tanah, dekomposisi zat organik, respirasi organisme air, senyawa kimia dalam air maupun dari udara namun dalam jumlah yang sangat sedikit (Subarijanti, 1990). Tumbuhan akuatik, misalnya alga, lebih menyukai karbondioksida sebagai sumber karbon dibandingkan dengan bikarbonat dan karbonat. Bikarbonat sebenarnya dapat berperan sebagai sumber karbon. Namun di dalam kloroplas bikarbonat harus dikonversi terlebih dahulu menjadi karbondioksida dengan bantuan enzim karbonik anhidrase (Boney, 1989 dalam Effendi, 2003).
            Pada dasarnya keberadaan karbondioksida dalam air terdapat dalam empat bentuk, yaitu bentuk gas karbondioksida bebas (CO2), ion bikarbonat (HCO3-), ion karbonat (CO32-) dan asam karbonat (H2CO3) dan proporsi dari masing-masing bentuk tersebut berkaitan dengan nilai pH (Boney, 1989). Pada pH sebesar 8,3 maka CO2 dan H2CO3 sudah tidak ditemukan lagi, hanya terdapat ion bikarbonat (HCO3-). Menurut Sudaryanti (1995), kadar bikarbonat mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai system buffer yang merupakan campuran dari asam lemah dan garamnya, dan system buffer ini berfungsi untuk mencegah fluktuasi pH. Sebagian besar tanaman hanya menggunakan CO2 untuk fotosintesis yang di dapat dari udara atau penguraian HCO3- dan CO32-, tetapi ada juga tanaman yang menggunakan HCO3- sebagai sumber karbondioksida bebas setelah diubah dengan enzim karbonik anhidrase (Goldman dan Horne, 1983).

Laju pertumbuhan konsenterasi CO2 pertahun adalah sekitar 0.47% sehingga menurut IPCC diperkirakan CO2 akan sampai 560 ppm pada tahun 2100, 2 kali lipat dari nilai sebelum pra industri.  Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan. Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90 % biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan, dan jasad renik (Arief, 2005). Biomassa ini merupakan tempat penyimpanan karbon atau sering disebut carbon sink. Salah satu cara untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan mengendalikan konsentrasi karbon melalui pengembangan sink program, dimana karbon organik sebagai hasil fotosintesis akan disimpan dalam biomassa eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms). lalu dijadikan kerajinan tangan. Sehingga karbon yang terserap sebagai biomassa eceng gondok akan tetap tersimpan dalam bentuk kerajinan tangan selama kerajinan tangan tersebut tidak busuk ataupun terbakar. Kemampuan eceng gondok untuk berfotosintesis, seperti tumbuhan darat lainnya, dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menyerap CO2. Diketahui bahwa reaksi fotosintesis adalah sebagai berikut:

6CO2 + 6 H2O à C6H12O6 + 6O2

Berdasarkan persamaan reaksi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah CO2 yang dipakai oleh eceng gondok untuk fotosintesis adalah sebanding dengan jumlah materi organik C6H12O6 yang dihasilkan. Alasan utama pemilihan eceng gondok sebagai biota yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi emisi CO2 adalah karena waktu berganda (doubling time) tanaman ini di Indonesia berkisar antara 14 – 30 hari; artinya dalam kurun waktu yang singkat tersebut, biomassa tanaman ini akan berganda dan selanjutnya dapat dipanen. Besarnya kemampuan eceng gondok dalam melakukan penyerapan dikarenakan adanya vakuola yang besar dalam struktur selnya (bowen, 1996) selain oleh besarnya vakuola, kecepatan penyerapan ditentukan pula oleh transpirasi dari tumbuhan tersebut. Eceng gndok mempunyai kecepatan transpirasi yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tumbuhan lain misalnya salvania sp. (keyambang). Kecepatan transpirasi ini disebabkan karena eceng gondok mempunyai ukuran lubang stomata yang lebih besar, yakni 2 kali lipat lebih besar dari kebanyakan tumbuhan lainnya (dwidjoseputro 1994).
Keunggulan lain yang dimiliki eceng gondok adalah kemempuannya mencegah pertumbuhan ganggang. Pertumbuhan ganggang dapat mengurangi efisien daya tampung kolam air limbah, dan menyebabkan meningkatnya konsentrasi padatan tersuspensi, kondisi demikian juga dapat diartikan bahwa pemanenan dalam waktu yang singkat akan mempercepat pengikatan CO2 dari atmosfer. Selain itu eceng gondok memiliki kelebihan lainnya yaitu untuk memperbaiki kualitas air yang tercemar, khususnya terhadap limbah domestik dan industri sebab eceng gondok memiliki kemampuan menyerap zat pencemar yang tinggi daripada jenis tumbuhan lainnya.
Sementara itu banyaknya limbah yang dihasilkan dari kegiatan pasar tradisional langsung di buang ke perairan umum menyebabkan turunnya kualitas perairan tersebut. Dengan adanya sistem budidaya dengan memanfaatkan lahan buangan limbah sebelum di buang ke perairan umum akan memberikan banyak manfaat bagi lingkungan. Berdasarkan hasil kajian terhadap perubahan kualitas air irigasi eceng gondok dapat menurunkan kadar COD sebesar 21,59% yaitu dari 40,34 mg/l menjadi 31,63 mg/l serta TSS sebesar 41,3% yaitu setelah melewati eceng gondok (waktu retensi) selama 9,46 jam. Keseluruhan parameter kualitas air yang diamati telah sesuai  dengan baku mutu yang diacu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 peruntukan perikanan kelas 3.
Pemanfaatan eceng gondok sebagai penyimpanan karbon yaitu dilakukan dengan cara membudidayakan tanaman tersebut dengan memanfaatkan lahan buangan limbah pasar sebelum di buang ke sungai lalu mengontrolnya secara runtin. Langkah yang dilakukan untuk menjalankan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]--> Persiapan wadah
Percobaan akan menggunakan lahan di pinggiran sungai berukuran 2 x 5 m berbentuk memanjang searah dengan aliran sungai. Pada lahan tersebut dilakukan penyekatan-penyekatan sehingga terbagi menjadi tiga bagian ruangan, namun setiap bagian itu masih dalam satu aliran. Masing-masing ruangan berisikan eceng gondok dengan kepadatan yang sama. Seperti gambar dibawah ini:
<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Persiapan eceng gondok
Tanaman eceng gondok yang digunakan berasal dari sumber dan umur yang sama.  Sebelum digunakan ditimbang berat basahnya.  Setiap ruang di masukkan tanaman eceng gondok dengan berat basah yang sama.  
<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Pengukuran perubahan/ pertambahan biomassa eceng gondok.
Pengukuran dilakukan saat awal (yaitu saat dimasukkan ke masing-masing ruang), lalu setiap minggu dilakukan pada masing-masing ruang setelah pengukuran kualitas air (dalam bentuk berat basah). 
<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Pemanenan dan pengukuran simpanan karbon eceng gondok
Pada akhir penelitian, seluruh eceng gondok ditimbang berat keringnya.  Penghitungan simpanan karbon pada eceng gondok menggunakan persamaan sebagai berikut:   Y = berat kering  x % C organik eceng gondok (Sumolang 2010). Dimana Y = besarnya nilai karbon (C) pada seluruh tanaman eceng gondok, berat kering eceng gondok total di dalam seluruh bak percobaan dan % C organik menurut Sumolang (2010) berkisar antara  26,51% - 42,03% (atau rata-rata 37,8%).  Berat kering berdasarkan contoh eceng gondok yang di oven pada suhu 70 oC selama 24 jam.  Nilai  Y (kg carbon) dapat dikonversi menjadi nilai kg CO2 dengan mengalikannya dengan 3,66 (angka ini diperoleh dari berat molekul CO2 = 44  dibagi berat atom C = 12).
<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Pembuatan kerajinan tangan, meubel, dan lain-lain.
Pembuatan kerajinan tangan dilakukan oleh masyarakat setempat, dengan mengidentifikasi berbagai jenis produk berbahan eceng gondok, berat masing-masing produk dan estimasi terhadap simpanan nilai karbon pada setiap produk.
<!--[if !supportLists]-->5.      <!--[endif]-->Penjualan kerajinan tangan
Kerajinan yang terbuat dari eceng gondok dijual ke pasar atau ke tempat-tempat pengumpul kerajinan, dengan demikian manafaat dari kegiataqn ini adalah memberdayakan masyarakat dengan menambah lapangan pekerjaan yang baru.
<!--[if !supportLists]-->6.      <!--[endif]-->Masukan terhadap kebijakan pemerintah
Hasil kegiatan akan disebarkan ke berbagai instansi pemerintah (Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) sebagai salah satu masukkan strategi untuk pemerintah RI dalam mereduksi nilai GRK sebesar 26% dalam 10 tahun mendatang.
Murdiarso, Daniel. 2004. Konvensi Perubahan Iklim. http://www.climatechange.menlh.go.id diakses tanggal [11 Maret 2010]
Setiawan, A dkk. 2008. Teknologi Penyerapan Karbondioksida dengan Kultur fitoplankton pada Fotobioreaktor [jurnal]. Bandung : Disajikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan V Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia.
Sumolang, diana. 2010. Peranan eceng gondok (Eichhornia crassipes) dalam menyimpan karbon dan menigkatkan kualitas air irigasi di lahan pertanian ranca bungur bogor [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Suwardjie. 2009. Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Eceng Gondok. http://www.suwardjie.wordpress.com diakses tanggal [23 Agustus 2010]

Effendi,H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Goldman, C. R. and A. J. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company. United State of America. America

Subarijanti, H.U. 1990. Diktat Kuliah Limnology. NUFFIC/ UNIBRAW/ LUW/ FISH. Universitas Brawijaya. Malang

Boney, A.D. 1989. Phytoplankton. Edward Arnold Publishers Ltd. London Sudaryanti, S. 1989. Pengkajian Keterbatasan Unsur Hara Bagi Perkembangan Fitoplankton. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Apridayanti, E. 2008. Evaluasi pengelolaan lingkungan perairan waduk lahor kebupaten Malang Jawa Timur. [Tesis] Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu