MANAJEMEN
KUALITAS AIR DENGAN BAHAN KIMIA
(Air Quality Management With Chemical Physics)
oleh : ita apriani
ABSTRAK
Salah satu teknik untuk mengatasi
kekeruhan di lingkungan budidaya adalah dengan menggunakan bahan kimia
(koagulan). Caranya adalah dengan menambahkan koagulan ke dalam perairan dan
selanjutnya akan terjadi proses pengendapan. Proses pengendapan berkaitan dengan
proses koagulasi dan flokulasi. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mempelajari teknik treatment air melalui koagulasi, serta mengetahui jenis
koagulan, dosis dan lama treatment yang paling efektif. Metode yang digunakan
adalah dengan menambahkan koagulan pada konsentrasi berbeda (75ppm dan 100ppm)
ke dalam 500 mL air sampel. Lalu kekeruhan air sampel diamati setiap 30 menit
selama 120 menit. Nilai kekeruhan diukur menggunakan turbidimeter. Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa koagulan yang baik adalah tawas dengan konsentrasi 75ppm, karena
tingkat kekeruhannya <50ppm sehingga masih baik bagi organisme di perairan.
Kata kunci : koagulan, flokulasi, turbidimeter
I.
Pendahuluan
Seiring dengan berkembangnya industri,
baik industri rumah tangga maupun industri perusahaan dan bertambahnya jumlah
penduduk, kebutuhan akan air semakin meningkat sementara tingkat pencemaran
terhadap air juga semakin tinggi. Air bersih kini sulit untuk didapatkan karena
telah terkontaminasi oleh berbagai zat berbahaya dan keruh. Ada beberapa cara
untuk mengatasi kekeruhan tersebut diantaranya yaitu menggunakan filter fisik
dan bahan kimia. Filter fisik yang biasa digunakan adalah zeolit, batu apung,
arang aktif, pasir malang, batu karang dan lain-lain. Selain itu terdapat juga
bahan kimia yang dapat mengurangi tingkat kekeruhan, salah satunya adalah
koagulan. Caranya adalah dengan menambahkan koagulan ke dalam perairan dan
selanjutnya akan terjadi proses pengendapan.
Proses pengendapan berkaitan dengan proses
koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah peristiwa pembentukan atau
penggumpalan partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan. Sedangkan flokulasi
adalah peristiwa penggumpalan partikel-partikel kecil hasil koagulasi menjadi
flok yang lebih besar sehingga cepat mengendap (Putra dkk 2009). Koagulan yang
sering digunakan diantaranya yaitu: aluminium sulfat, sodium aluminate, ferric
sulfat, ferrous sulfat, ferric chloride, polimer, CaCO3, dan CaCl2.
Pengetahuan mengenai pengaruh berbagai koagulan dalam mengatasi kekeruhan di
perairan ini sangat penting dalam bidang budidaya, sehingga praktikum ini
sangat penting untuk dilakukan.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mempelajari teknik treatment air melalui koagulasi, serta mengetahui jenis
koagulan, dosis dan lama treatment yang paling efektif.
II.
Bahan dan Metode
Praktikum manajemen kualitas fisika air
dengan bahan kimia ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28 September 2011 pada
pukul 07.00-10.00 bertempat di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat yang digunakan pada praktikum ini
adalah gelas ukur, pipet serologis, bulb,
tisu, dan turbidimeter. Sementara bahan yang digunakan adalah air sampel,
akuades, serta koagulan (tawas, polimer, CaCO3, CaCl2).
Tahap pertama yang dilakukan pada
praktikum ini adalah 500 ml air keruh dimasukkan ke dalam gelas piala. Lalu
ditambahkan koagulan sesuai dengan dosis yang diharapkan (75 ppm dan 100 ppm).
Kemudian aduk dengan pengaduk selama 15 menit. Lalu diamkan selama 30 menit
setelah itu kekeruhan dan pH nya diukur. Kekeruhan dan pH diukur setiap 30
menit selama 120 menit. Data dicatat dan perubahannya diamati.
III.
Hasil
Tabel 1. Hasil pengukuran kekeruhan dengan berbagai koagulan pada
konsentrasi yang berbeda
Perlakuan
|
Menit ke-
|
pH
|
Kekeruhan (NTU)
|
Kelompok 1
Tawas (75ppm)
|
0
|
7.22
|
15.3
|
30
|
6.61
|
28
|
|
60
|
7.60
|
32
|
|
90
|
6.63
|
38
|
|
120
|
6.87
|
30
|
|
Kelompok 2
Tawas (100 ppm)
|
0
|
7.22
|
15.3
|
30
|
4.98
|
38
|
|
60
|
5.01
|
28
|
|
90
|
5.24
|
28
|
|
120
|
4.22
|
90
|
|
Kelompok 3
Polimer (75
ppm)
|
0
|
7.22
|
15.3
|
30
|
7.22
|
70
|
|
60
|
7.4
|
66
|
|
90
|
7.26
|
66
|
|
120
|
6.89
|
68
|
|
Kelompok 4
Polimer (100
ppm)
|
0
|
7.22
|
15.3
|
30
|
6.57
|
130
|
|
60
|
6.77
|
136
|
|
90
|
6.35
|
138
|
|
120
|
6.45
|
136
|
|
Kelompok 5
CaCO3
(75 ppm)
|
0
|
7.22
|
15.3
|
30
|
7.6
|
358
|
|
60
|
7.5
|
370
|
|
90
|
7.5
|
260
|
|
120
|
7.29
|
32
|
|
Kelompok 6
CaCO3
(100 ppm)
|
0
|
7.22
|
15.3
|
30
|
7.1
|
252
|
|
60
|
7.03
|
286
|
|
90
|
7.73
|
226
|
|
120
|
7.63
|
248
|
|
Kelompok 7
CaCl2
(75 ppm)
|
0
|
7.22
|
15.3
|
30
|
7.56
|
28
|
|
60
|
7.48
|
28
|
|
90
|
6.88
|
256
|
|
120
|
7.61
|
272
|
|
Kelompok 8
CaCl2
(100 ppm)
|
0
|
7.22
|
15.3
|
30
|
7.36
|
300
|
|
60
|
7.35
|
3600
|
|
90
|
7.33
|
4000
|
|
120
|
7.25
|
290
|
|
Kontrol
|
0
|
7.22
|
15.3
|
30
|
7.36
|
276
|
|
60
|
7.37
|
270
|
|
90
|
7.26
|
310
|
|
120
|
7.15
|
274
|
Berdasarkan
tabel 1 diatas, diperoleh data kekeruhan yang diukur menggunakan turbidimeter
selama 120 menit. Nilai kekeruhan tertinggi
terdapat pada koagulan CaCl2 100 ppm pada menit
ke-90 yaitu 4000 NTU, sedangkan
nilai kekeruhan terendah
terjadi pada masing-masing koagulan pada menit ke-0 yaitu 15.3 NTU. Selain
pengukuran kekeruhan, pH sampel
juga diukur. Berdasarkan
hasil pengukuran diperoleh pH tertinggi terjadi pada CaCO3 100 ppm sebesar
7.73 pada menit ke-90 dan pH terendah terjadi pada koagulan tawas 100 ppm sebesar
4.22 pada menit ke-120.
IV.
Pembahasan
Kualitas air dalam bidang budidaya sangat penting untuk
diperhatikan karena merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan
keberhasilan suatu kegiatan budidaya. Salah satu parameter kualitas air yang
perlu diperhatikan adalah kekeruhan. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh
adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung di dalam
air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan industri. Kekeruhan
air dapat mengakibat pertumbuhan ikan menjadi terhambat.
Ada beberapa cara untuk mengatasi kekeruhan tersebut diantaranya
yaitu menggunakan filter fisik dan bahan kimia. Filter fisik yang biasa
digunakan adalah zeolit, batu apung, arang aktif, pasir malang, batu karang dan
lain-lain. Selain itu terdapat juga bahan kimia yang dapat mengurangi tingkat
kekeruhan, salah satunya adalah koagulan. Caranya adalah dengan menambahkan
koagulan ke dalam perairan dan selanjutnya akan terjadi proses pengendapan. Pada praktikum ini treatment yang digunakan
untuk mengatasi kekeruhan adalah dengan menggunakan bahan kimia (koagulan) yang
ditambahkan ke dalam sampel.
Setiap koagulan memiliki sifat yang berbeda-beda, oleh karena itu kondisi
optimum pengendapan perlu diketahui sehingga dapat pula diketahui jenis
koagulan yang efektif dan efisien dengan membandingkan hasil pengendapan dengan
koagula-koagulan yang berbeda. Aminzadeh et
al (2007) dalam Sudiarti (2009)
menyatakan bahwa ada dua parameter utama yang mempengaruhi proses koagulasi,
yaitu konsentrasi koagulan dan pH koagulasi.
Koagulan yang dapat digunakan dalam mengatasi kekeruhan di perairan adalah tawas (alum), CaCO3, polimer dan CaCl2.
Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan ini
paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya (Hanum 2002). Jumlah pemakaian tawas
tergantung kepada kekeruhan air baku. Semakin tinggi kekeruhan air baku maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian
tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air baku
tersebut. Pada praktikum kali ini, digunakan tawas dengan
konsentrasi yang berbeda yaitu 75ppm dan 100ppm. Penggunaan tawas dengan
konsentrasi 100ppm didapatkan nilai kekeruhan yang paling tinggi yaitu 90 NTU. Kekeruhan yang tinggi ini tidak baik untuk
perairan, karena toleransi maksimum kekeruhan bagi ikan adalah 50 NTU
(Mahyuddin 2008). Jadi, konsentrasi tawas yang baik untuk mengatasi kekeruhan
adalah pada perlakuan konsentrasi tawas 75ppm, tingkat kekeruhannya <50 NTU.
Penggunaan alum (tawas) sebagai koagulan berfungsi dalam
menangkap ion-ion yang terdapat dalam air. Penambahan tawas ini akan
menurunkan nilai pH. Hal ini terbukti dangan terjadinya penurunan nilai pH dari
menit ke menit. Nilai pH yang
didapatkan berkisar antara 4.98-7.6.
Menurut Hundt dan O’Melia dalam
Winarni (2003), polimer berukuran sedang merupakan spesies dominan yang
terdapat pada rentang pH 5.0–6.6. Sedangkan menurut van Benschoten dan Edzwald dalam Winarni (2003), bahwa bentuk
spesies polimer dari PACl stabil pada pH di bawah 6 dan siap digunakan untuk
proses koagulasi. Berdasarkan hasil pengamatan didapat nilai kekeruhan yang
diukur dengan turbidimeter berkisar antara 15.3-138 NTU untuk konsentrasi 75ppm
dan 100ppm dan nilai pH berkisar antara 6.35-7.4. Dengan nilai pH yang diatas
6, polimer tidak dapat bekerja secara optimal sehingga penggunaan polimer
sebagai koagulan tidak efektif. Penggunaan polimer ini kurang efektif karena tingkat kekeruhannya masih
cukup tinggi, yaitu >50 ppm.
Kapur (CaCO3)
merupakan bahan dasar pembuatan susu kapur. Prinsip penambahan kapur dapat menyebabkan
kenaikan pH akibat ion OH-. Perubahan ini berpengaruh pada derajat
ionisasi asam dan pengendapan biokolid (Anonim1 2009). Berdasarkan
hasil pengamatan didapatkan nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada perlakuan
CaCO3 dengan konsentrasi 75ppm yaitu 370 NTU pada menit
ke-60. Sedangkan untuk nilai pH berkisar antara 7.03-7.73. Secara umum nilai pH
meningkat dengan adanya penambahan CaCO3. Penggunaan kapur sebagai koagulan ini kurang efektif karena
tingkat kekeruhan airnya masih sangat tinggi dan kurang dapat ditoleransi oleh
ikan (>50 NTU).
Berdasarkan
hasil pengamatan, pengukuran kekeruhan dengan menggunakan koagulan CaCl2 diperoleh nilai kekeruhan berkisar antara 15.3-4000 NTU. Ketika
penambahan CaCl2 ke dalam limbah atau air kotor, banyak flok kecil yang dihasilkan
dan kecepatan pengendapan partikel mengendap menjadi cepat (Anonim1 2009). Koagulan CaCl2
befungsi sebagai buffer yang dapat menyangga pH agar tetap netral. Terbukti dengan hasil pengamatan pH sampel yang berkisar
6.88-7.61. Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tingkat kekeruhan
menggunakan koagulan CaCl2 sangat tinggi yaitu mencapai 4000 NTU, dan ini sangat tidak baik
bagi ikan. Nilai kekeruhan yang tinggi ini diduga disebabkan oleh kesalahan
pengambilan sampel ketika sampel akan diukur kekeruhannya menggunakan
turbidimeter. Sampel yang diambil menggunakan pipet serologis tidak tepat pada
bagian atas sampel, namun terkadang pipet terlalu ke bawah hingga mendekati
dasar yang airnya lebih keruh karena banyak partikel yang mengendap. Oleh
karena itu, ketika diukur tingkat kekeruhannya menjadi sangat tinggi.
Nilai pH yang diperoleh pada praktikum
ini secara umum berada pada nilai 7, dan pH ini masih optimal untuk lingkungan
hidup ikan. Kisaran pH yang cocok untuk ikan pada umumnya yaitu 6.7-8.6
(Mendrofa 2011)
Kekeruhan diperairan dapat diatasi
tidak hanya dengan menggunakan koagulan namun dapat juga diatasi dengan
filtrasi fisika, dan lebih baik lagi jika menggunakan kombinasi antara filter
fisika, bahan kimia, dan filter biologi sehingga air menjadi lebih bersih.
Sesuai literatur yang diperoleh koagulan yang baik adalah tawas dengan
konsentrasi 75ppm, karena tingkat kekeruhannya <50ppm sehingga masih baik
bagi organisme di perairan.
V.
KESIMPULAN
Teknik treatment air melalui koagulasi
telah dapat dilakukan dengan baik oleh praktikan. Berdasarkan praktikum
diperoleh hasil bahwa jenis koagulan yang paling efektif adalah alum (tawas)
pada konsentrasi 75ppm dan lama waktu 120 menit. Hal ini diindikasikan dengan
nilai kekeruhan yang rendah <50 NTU, sehingga tawas merupakan koagulan yang
dapat mengatasi permasalahan kekeruhan air di lingkungan budidaya.
VI.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
kakak asisten yang telah membantu selama praktikum berlangsung. Tak lupa juga
untuk bapak teknisi dan teman-teman yang telah membantu dan bekerjasama dalam
praktikum manajemen kualitas air dengan bahan kimia ini. Semoga kerjasama ini
tetap berlangsung untuk praktikum-praktikum selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
(Anonim1). 2009. Teknik penjernihan air
menggunakan bahan flokulan PAC, Alum, CaCl2, FeSO4,
semen, EDTA, dan CaCO3. http://repository.ipb.ac.id [4 Oktober
2011].
Hanum, Farida. 2002. Proses pengolahan air sungai untuk keprluan
air minum. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Mahyuddin, Kholis.2008. Panduan
Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.
Mendrofa, Ricky Rinaldo. 2011. Faktor kimia yang mempengaruhi kualitas
air untuk budidaya perairan. [Skripsi]. Fakultas Budidaya Perairan: Universitas
Dharmawangsa.
Putra, Sugili dkk. 2009. Optimasi tawas
dan kapur untuk koagulasi air keruh. Seminar Nasional V. 699-704
Sudiarti, Retno. 2009. Pengolahan limbah
cair percetakan dengan penambahan koagulan tawas dan FeCl3 serta
penjerapan oleh zeolit. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ilmu dan Pengetahuan Alam.
Institut Pertanian Bogor.
Winarni. 2003. Koagulasi menggunakan alum dan PACl. Jakarta:
Universitas Trisakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu