19 Juni 2012

Air Quality Management With Chemical Physics



MANAJEMEN KUALITAS AIR DENGAN BAHAN KIMIA
(Air Quality Management With Chemical Physics)

oleh : ita apriani


ABSTRAK
Salah satu teknik untuk mengatasi kekeruhan di lingkungan budidaya adalah dengan menggunakan bahan kimia (koagulan). Caranya adalah dengan menambahkan koagulan ke dalam perairan dan selanjutnya akan terjadi proses pengendapan. Proses pengendapan berkaitan dengan proses koagulasi dan flokulasi. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari teknik treatment air melalui koagulasi, serta mengetahui jenis koagulan, dosis dan lama treatment yang paling efektif. Metode yang digunakan adalah dengan menambahkan koagulan pada konsentrasi berbeda (75ppm dan 100ppm) ke dalam 500 mL air sampel. Lalu kekeruhan air sampel diamati setiap 30 menit selama 120 menit. Nilai kekeruhan diukur menggunakan turbidimeter. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa koagulan yang baik adalah tawas dengan konsentrasi 75ppm, karena tingkat kekeruhannya <50ppm sehingga masih baik bagi organisme di perairan.
Kata kunci : koagulan, flokulasi, turbidimeter



I.          Pendahuluan
Seiring dengan berkembangnya industri, baik industri rumah tangga maupun industri perusahaan dan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan air semakin meningkat sementara tingkat pencemaran terhadap air juga semakin tinggi. Air bersih kini sulit untuk didapatkan karena telah terkontaminasi oleh berbagai zat berbahaya dan keruh. Ada beberapa cara untuk mengatasi kekeruhan tersebut diantaranya yaitu menggunakan filter fisik dan bahan kimia. Filter fisik yang biasa digunakan adalah zeolit, batu apung, arang aktif, pasir malang, batu karang dan lain-lain. Selain itu terdapat juga bahan kimia yang dapat mengurangi tingkat kekeruhan, salah satunya adalah koagulan. Caranya adalah dengan menambahkan koagulan ke dalam perairan dan selanjutnya akan terjadi proses pengendapan.
Proses pengendapan berkaitan dengan proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah peristiwa pembentukan atau penggumpalan partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan. Sedangkan flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel-partikel kecil hasil koagulasi menjadi flok yang lebih besar sehingga cepat mengendap (Putra dkk 2009). Koagulan yang sering digunakan diantaranya yaitu: aluminium sulfat, sodium aluminate, ferric sulfat, ferrous sulfat, ferric chloride, polimer, CaCO3, dan CaCl2. Pengetahuan mengenai pengaruh berbagai koagulan dalam mengatasi kekeruhan di perairan ini sangat penting dalam bidang budidaya, sehingga praktikum ini sangat penting untuk dilakukan.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari teknik treatment air melalui koagulasi, serta mengetahui jenis koagulan, dosis dan lama treatment yang paling efektif.

II.        Bahan dan Metode
Praktikum manajemen kualitas fisika air dengan bahan kimia ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 28 September 2011 pada pukul 07.00-10.00 bertempat di Laboratorium Lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas ukur, pipet serologis, bulb, tisu, dan turbidimeter. Sementara bahan yang digunakan adalah air sampel, akuades, serta koagulan (tawas, polimer, CaCO3, CaCl2).
Tahap pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah 500 ml air keruh dimasukkan ke dalam gelas piala. Lalu ditambahkan koagulan sesuai dengan dosis yang diharapkan (75 ppm dan 100 ppm). Kemudian aduk dengan pengaduk selama 15 menit. Lalu diamkan selama 30 menit setelah itu kekeruhan dan pH nya diukur. Kekeruhan dan pH diukur setiap 30 menit selama 120 menit. Data dicatat dan perubahannya diamati.

III.      Hasil
Tabel 1. Hasil pengukuran kekeruhan dengan berbagai koagulan pada konsentrasi yang berbeda
Perlakuan
Menit ke-
pH
Kekeruhan (NTU)
Kelompok 1
Tawas (75ppm)
0
7.22
15.3
30
6.61
28
60
7.60
32
90
6.63
38
120
6.87
30
Kelompok 2
Tawas (100 ppm)
0
7.22
15.3
30
4.98
38
60
5.01
28
90
5.24
28
120
4.22
90
Kelompok 3
Polimer (75 ppm)
0
7.22
15.3
30
7.22
70
60
7.4
66
90
7.26
66
120
6.89
68
Kelompok 4
Polimer (100 ppm)
0
7.22
15.3
30
6.57
130
60
6.77
136
90
6.35
138
120
6.45
136
Kelompok 5
CaCO3 (75 ppm)
0
7.22
15.3
30
7.6
358
60
7.5
370
90
7.5
260
120
7.29
32
Kelompok 6
CaCO3 (100 ppm)
0
7.22
15.3
30
7.1
252
60
7.03
286
90
7.73
226
120
7.63
248
Kelompok 7
CaCl2 (75 ppm)
0
7.22
15.3
30
7.56
28
60
7.48
28
90
6.88
256
120
7.61
272
Kelompok 8
CaCl2 (100 ppm)
0
7.22
15.3
30
7.36
300
60
7.35
3600
90
7.33
4000
120
7.25
290
Kontrol
0
7.22
15.3
30
7.36
276
60
7.37
270
90
7.26
310
120
7.15
274
                Berdasarkan tabel 1 diatas, diperoleh data kekeruhan yang diukur menggunakan turbidimeter selama 120 menit.  Nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada koagulan CaCl2 100 ppm pada menit ke-90 yaitu 4000 NTU, sedangkan nilai kekeruhan terendah terjadi pada masing-masing koagulan pada menit ke-0 yaitu 15.3 NTU. Selain pengukuran kekeruhan, pH sampel juga diukur. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh pH tertinggi terjadi pada CaCO3 100 ppm sebesar 7.73 pada menit ke-90 dan pH terendah terjadi pada koagulan tawas 100 ppm sebesar 4.22 pada menit ke-120.

IV.      Pembahasan
Kualitas air dalam bidang budidaya sangat penting untuk diperhatikan karena merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan suatu kegiatan budidaya. Salah satu parameter kualitas air yang perlu diperhatikan adalah kekeruhan. Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung di dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan industri. Kekeruhan air dapat mengakibat pertumbuhan ikan  menjadi terhambat.
Ada beberapa cara untuk mengatasi kekeruhan tersebut diantaranya yaitu menggunakan filter fisik dan bahan kimia. Filter fisik yang biasa digunakan adalah zeolit, batu apung, arang aktif, pasir malang, batu karang dan lain-lain. Selain itu terdapat juga bahan kimia yang dapat mengurangi tingkat kekeruhan, salah satunya adalah koagulan. Caranya adalah dengan menambahkan koagulan ke dalam perairan dan selanjutnya akan terjadi proses pengendapan. Pada praktikum ini treatment yang digunakan untuk mengatasi kekeruhan adalah dengan menggunakan bahan kimia (koagulan) yang ditambahkan ke dalam sampel.
Setiap koagulan memiliki sifat yang berbeda-beda, oleh karena itu kondisi optimum pengendapan perlu diketahui sehingga dapat pula diketahui jenis koagulan yang efektif dan efisien dengan membandingkan hasil pengendapan dengan koagula-koagulan yang berbeda. Aminzadeh et al (2007) dalam Sudiarti (2009) menyatakan bahwa ada dua parameter utama yang mempengaruhi proses koagulasi, yaitu konsentrasi koagulan dan pH koagulasi.
Koagulan yang dapat digunakan dalam mengatasi kekeruhan di perairan adalah tawas (alum), CaCO3, polimer dan CaCl2. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya (Hanum 2002). Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada kekeruhan air baku. Semakin tinggi kekeruhan air baku maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air baku tersebut. Pada praktikum kali ini, digunakan tawas dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 75ppm dan 100ppm. Penggunaan tawas dengan konsentrasi 100ppm didapatkan nilai kekeruhan yang paling tinggi yaitu 90 NTU. Kekeruhan yang tinggi ini tidak baik untuk perairan, karena toleransi maksimum kekeruhan bagi ikan adalah 50 NTU (Mahyuddin 2008). Jadi, konsentrasi tawas yang baik untuk mengatasi kekeruhan adalah pada perlakuan konsentrasi tawas 75ppm, tingkat kekeruhannya <50 NTU.
Penggunaan alum (tawas) sebagai koagulan berfungsi dalam menangkap ion-ion yang terdapat dalam air. Penambahan tawas ini akan menurunkan nilai pH. Hal ini terbukti dangan terjadinya penurunan nilai pH dari menit ke menit. Nilai pH yang didapatkan berkisar antara 4.98-7.6.
Menurut Hundt dan O’Melia dalam Winarni (2003), polimer berukuran sedang merupakan spesies dominan yang terdapat pada rentang pH 5.0–6.6. Sedangkan menurut van Benschoten dan Edzwald dalam Winarni (2003), bahwa bentuk spesies polimer dari PACl stabil pada pH di bawah 6 dan siap digunakan untuk proses koagulasi. Berdasarkan hasil pengamatan didapat nilai kekeruhan yang diukur dengan turbidimeter berkisar antara 15.3-138 NTU untuk konsentrasi 75ppm dan 100ppm dan nilai pH berkisar antara 6.35-7.4. Dengan nilai pH yang diatas 6, polimer tidak dapat bekerja secara optimal sehingga penggunaan polimer sebagai koagulan tidak efektif. Penggunaan polimer ini kurang efektif karena tingkat kekeruhannya masih cukup tinggi, yaitu >50 ppm.
                Kapur (CaCO3) merupakan bahan dasar pembuatan susu kapur. Prinsip penambahan kapur dapat menyebabkan kenaikan pH akibat ion OH-. Perubahan ini berpengaruh pada derajat ionisasi asam dan pengendapan biokolid (Anonim1 2009). Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada perlakuan CaCO3 dengan konsentrasi 75ppm yaitu 370 NTU pada menit ke-60. Sedangkan untuk nilai pH berkisar antara 7.03-7.73. Secara umum nilai pH meningkat dengan adanya penambahan CaCO3. Penggunaan kapur sebagai koagulan ini kurang efektif karena tingkat kekeruhan airnya masih sangat tinggi dan kurang dapat ditoleransi oleh ikan (>50 NTU).
Berdasarkan hasil pengamatan, pengukuran kekeruhan dengan menggunakan koagulan CaCl2 diperoleh  nilai kekeruhan berkisar antara 15.3-4000 NTU. Ketika penambahan CaCl2 ke dalam limbah atau air kotor, banyak flok kecil yang dihasilkan dan kecepatan pengendapan partikel mengendap menjadi cepat (Anonim1 2009). Koagulan CaCl2 befungsi sebagai buffer yang dapat menyangga pH agar tetap netral. Terbukti dengan hasil pengamatan pH sampel yang berkisar 6.88-7.61. Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tingkat kekeruhan menggunakan koagulan CaCl2 sangat tinggi yaitu mencapai 4000 NTU, dan ini sangat tidak baik bagi ikan. Nilai kekeruhan yang tinggi ini diduga disebabkan oleh kesalahan pengambilan sampel ketika sampel akan diukur kekeruhannya menggunakan turbidimeter. Sampel yang diambil menggunakan pipet serologis tidak tepat pada bagian atas sampel, namun terkadang pipet terlalu ke bawah hingga mendekati dasar yang airnya lebih keruh karena banyak partikel yang mengendap. Oleh karena itu, ketika diukur tingkat kekeruhannya menjadi sangat tinggi.
Nilai pH yang diperoleh pada praktikum ini secara umum berada pada nilai 7, dan pH ini masih optimal untuk lingkungan hidup ikan. Kisaran pH yang cocok untuk ikan pada umumnya yaitu 6.7-8.6 (Mendrofa 2011)
Kekeruhan diperairan dapat diatasi tidak hanya dengan menggunakan koagulan namun dapat juga diatasi dengan filtrasi fisika, dan lebih baik lagi jika menggunakan kombinasi antara filter fisika, bahan kimia, dan filter biologi sehingga air menjadi lebih bersih. Sesuai literatur yang diperoleh koagulan yang baik adalah tawas dengan konsentrasi 75ppm, karena tingkat kekeruhannya <50ppm sehingga masih baik bagi organisme di perairan.

V.        KESIMPULAN
Teknik treatment air melalui koagulasi telah dapat dilakukan dengan baik oleh praktikan. Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa jenis koagulan yang paling efektif adalah alum (tawas) pada konsentrasi 75ppm dan lama waktu 120 menit. Hal ini diindikasikan dengan nilai kekeruhan yang rendah <50 NTU, sehingga tawas merupakan koagulan yang dapat mengatasi permasalahan kekeruhan air di lingkungan budidaya.

VI.      UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada kakak asisten yang telah membantu selama praktikum berlangsung. Tak lupa juga untuk bapak teknisi dan teman-teman yang telah membantu dan bekerjasama dalam praktikum manajemen kualitas air dengan bahan kimia ini. Semoga kerjasama ini tetap berlangsung untuk praktikum-praktikum selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

(Anonim1). 2009. Teknik penjernihan air menggunakan bahan flokulan PAC, Alum, CaCl2, FeSO4, semen, EDTA, dan CaCO3. http://repository.ipb.ac.id [4 Oktober 2011].
Hanum, Farida. 2002. Proses pengolahan air sungai untuk keprluan air minum. Medan: Universitas Sumatra Utara.

Mahyuddin, Kholis.2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.
Mendrofa, Ricky Rinaldo. 2011. Faktor kimia yang mempengaruhi kualitas air untuk budidaya perairan. [Skripsi]. Fakultas Budidaya Perairan: Universitas Dharmawangsa.
Putra, Sugili dkk. 2009. Optimasi tawas dan kapur untuk koagulasi air keruh. Seminar Nasional V. 699-704

Sudiarti, Retno. 2009. Pengolahan limbah cair percetakan dengan penambahan koagulan tawas dan FeCl3 serta penjerapan oleh zeolit. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ilmu dan Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Winarni. 2003. Koagulasi menggunakan alum dan PACl. Jakarta: Universitas Trisakti.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu