GAMBARAN DARAH PADA LOBSTER
oleh : Ita Apriani
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Darah
dianggap sebagai jaringan khusus yang menjalani sirkulasi, terdiri dari sel-sel dalam plasma darah.
Aliran darah dalam seluruh tubuh menjamin
lingkungan yang tetap, agar semua jaringan sel mampu melaksanakan fungsinya. Darah merupakan salah
satu komponen sistem transport yang sangat vital keberadaannya. Peran darah di
dalam tubuh yaitu sebagai pengangkut zat-zat kimia seperti hormon, sebagai
pengangkut zat buangan hasil metabolisme tubuh, ataupun sebagai pengangkut
oksigen dan karbondioksida (Handayani
dkk, 2011).
Darah merupakan cairan
terpenting dalam tubuh makhluk hidup. Darah merupakan salah satu parameter yang
dapat digunakan untuk melihat kelainan yang terjadi pada organism tersebut,
baik yang terjadi karena penyakit ataupun kerena keadaan lingkungan. Sehingga
dengan mengetahui gambaran darah dapat mengetahui kondisi kesehatan suatu
organisme (Delman and Brown, 1989 dalam Prasetyo
et al, 2008)
Diketahuinya
faktor kesehatan organism
budidaya sangat penting guna mencapai suatu
target yang diinginkan untuk mencapai suatu keberhasilan. Oleh karena itu, maka
praktikum ini mempelajari mengenai gambaran darah pada lobster air tawar dengan sampel cherax sp untuk mempelajari lebih lanjut tentang fungsi dan
gambaran darahnya.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui gambaran darah pada lobster yang
meliputi pengamatan pada Total Haemocyte
Count (THC) dan Diferensial Hemosit (DH).
II. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari
Senin, tanggal 12 Maret 2012 pukul 07.00-10.00 WIB di Ruang Nutrisi, Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah mikroskop
cahaya, haemacytometer, pipet sahli, syringe, gelas objek, gelas tutup, ember
dan baki. Sedangkan bahan yang digunakan adalah lobster air tawar, Na Sitrat
3,8%, kapas beralkohol, larutan giemsa dan akuades.
2.3 Prosedur Kerja
2.3.1 Pengambilan sampel darah
Hemolim diambil sebanyak 0,1 ml dari
pangkal kaki jalan keempat menggunakan syiringe yang sudah berisi antikoagulan
0,1 ml. kemudian dilakukan homogenisasi dengan cara menggoyangkan tangan
membentuk angka delapan selama 5 menit sampai homogen.
2.3.2 Pengamatan Total
Haemocyte Count (THC)
Hemolim
diambil sebanyak 0,1 ml dibagian pangkal kaki jalan ke 5 dengan syringe 0,1 ml
yang sudah berisi antikoagulan Na-sitrat sebanyak 0,1 ml untuk mencegah
terjadinya penggumpalan hemosit, kemudian dihomogenkan selama 5 menit. Tetesan
pertama hemolim pada srynge dibuang, selanjutnya hemolim diteteskan ke
haemositometer dan dihitung jumlah selnya per ml dibawah mikroskop cahaya
dengan pembesaran 40 kali. Total hemosit count dihitung dengan menggunakan
rumus:
Total
Hemosit = rata-rata ∑ sel terhitung x 1/volume kotak besar x FP x 1000
Keterangan :
FP = Faktor pengencer
2.3.3 Pengamatan Diferensial Hemosit (DH)
Gelas objek dipegang dengan telunjuk
dan ibu jari tangan kiri, kemudian darah diteteskan sedikit pada objek (A) pada
bagian sebelah kanan. Setelah itu, gelas objek lain (B) diletakkan disebelah
kiri tetesan darah. Kemudian tarik gelas objek (B) ke kanan membentuk sudut 30o
. setelah darah menyebar, maka gelas B didorong dengan cepat ke kiri sehingga
darah menyebar ke seluruh permukaan gelas objek (A). setelah di ulas, kemudian
dikeringkan di udara dan difiksasi dengan methanol 100% selama 5 menit. Setelah
itu dikeringkan di udara kembali dan diwarnai dengan cara direndam dilarutan
giemsa 10% selama 30 menit dikeringkan di udara, dicuci dalam air mengalir
selama 30 detik dan dibiarkan kering. Preparat diamati menggunakan mikroskop
cahaya dengan pembesaran 100 kali dan dibedakan menurut jenisnya yaitu sel
hialin, semi granular dan granular. Persentase jenis sel hemosit dihitung
dengan menggunakan rumus:
Persentase jenis
sel hemosit % = jumlah tiap jenis sel hemosit / total hemosit x 100
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Di bawah ini adalah data yang diperoleh pada waktu
pengamatan praktikum gambaran darah pada lobster.
Tabel 1. Hasil
pengamatan Total Haemocyte Count (THC)
dan Diferensial Hemosit (DH)
Kelompok
|
THC
(103 sel/mm3)
|
DH
|
|
% Hyalin
|
% Granular
|
||
1
|
2.6
|
31
|
69
|
2
|
8.05
|
53
|
47
|
3
|
3.62
|
73
|
27
|
4
|
2.9
|
55
|
45
|
5
|
5.5
|
80
|
20
|
6
|
2.3
|
56
|
44
|
7
|
3.9
|
31
|
69
|
8
|
2.45
|
42
|
58
|
Berdasarkan tabel 1 diatas, nilai
THC tertinggi terdapat pada kelompok 2 yaitu 8,05 (103 sel/mm3)
dan yang terendah terdapat pada kelompok 6 yaitu 2,3 (103 sel/mm3).
Nilai hyaline tertinggi terdapat pada kelompok 5 yaitu 80% dan yang terendah
terdapat pada kelompok 1 dan 7 yaitu 31%. Nilai granular tertinggi terdapat
pada kelompok 1 dan 7 yaitu 69% sedangkan granular terendah terdapat pada
kelompok 5 yaitu 20%.
3.2 Pembahasan
Sistem
peredaran darah pada lobster air tawar disebut dengan sistem peredaran terbuka.
Dengan sistem ini, lobster air tawar tidak memiliki arteri atau vena untuk
mengalirkan darahnya. Darah yang mengandung oksigen dipompa oleh jantung ke
seluruh tubuh. Darah lobster air
tawar tidak mengandung hemoglobin, melainkan hemosianin
yang mempunyai daya ikan dengan oksigen sangat rendah (Lukito, 2007).
Imunostimulasi
merupakan strategi alternatif untuk mensiagakan atau menyiapkan sistem
pertahanan (imun) lobster sehingga meningkatkan resistensi melawan bakteri patogen
(Rodriguez and Lee Moullac, 2000 dalam Syahailatua,
2009). Sistem imun pada crustacea meliputi reaksi selular dan humoral yang
terkait dengan hemolim. Beberapa parameter imun yang berhubungan dengan hemolim
seperti perhitungan total hemosit (THC), differensial hemosit (DHC), aktifitas
phagositosis (AP) dan aktifitas phenoloksidase (PO) telah digunakan untuk
evaluasi pengaruh imunostimulator pada crustacea (Rengpipet et al. 1998;
2000; Gomez- Gil et al. 2000; Gullian et al. 2004; Li et al.
2008 dalam Syahailatua, 2009)
Mekanisme
pertahanan pada krustasea sebagian besar bergantung pada sel-sel darah dan
proses hemolim. Darah lobster tidak mengandung haemoglobin, sehingga darahnya
tidak berwarna merah. Peran haemoglobin digantikan oleh haemosianin yaitu suatu
protein mengandung Cu yang berfungsi untuk transport oksigen dan sebagai buffer
dalam darah krustasea (Maynard, 1960 dalam
Syahailatua, 2009). Hemosit memainkan peranan penting pada pertahanan tubuh
krustasea yaitu dapat menghilangkan partikel asing yang masuk ke tubuh udang,
meliputi tahap-tahap pengenalan, fagositosis, melanisasi, sitotoksis dan
komunikasi sel (Johansson et al. 2000 dalam Syahailatua, 2009).
Sedangkan
menurut Jasmanindar (2009) pada sistem ketahanan krustasea, hemosit memainkan
peranan utama. Dimana pada awalnya hemosit menghilangkan bahan asing dalam
hemocoel melalui fagositosis, enkapsulasi dan nodular aggregation (Söderhäll
and Cerenius, 1992 dalam Jasmanindar,
2009). Selanjutnya hemosit berperan dalam penyembuhan luka melalui cellular
clumping dan proses koagulasi melalui pelepasan faktor yang diperlukan
untuk plasma gelation (Johansson and Söderhäll, 1989; Omori et al.,
1989), membawa dan melepas sistem prophenoloxidase (proPO). Selain itu juga mensintesis
dan melepaskan molekul penting, misalnya antibacterial peptides.
Pada
krustasea ada tiga tipe sirkulasi hemosit. Tipe ini didasarkan pada keberadaan
sitoplasma granula yaitu hialin, semi granular (setengah berisi butir kecil)
dan sel granular (berisi butir kecil) masing-masing memiliki morfologi dan
fisiologi tertentu. Hialin berukuran 6-13 μm merupakan sel dengan perbandingan
inti lebih tinggi dari sitoplasma dan memiliki sedikit granul submikron. Semi
granular berukuran 10-20 μm merupakan sel dengan perbandingan inti lebih rendah
dari sitoplasma dan memiliki granul sub mikron dan mikron serta adanya granul.
Semi granular memperlihatkan kapasitas mengenali dan merespons partikel unsur
atau molekul asing (Ramu and Zacharia, 2000 dalam
Syahailatua, 2009) atau dikenal sebagai sel aktif dalam enkapsulasi
(Johansson et al. 2000 dalam Syahailatua, 2009).
Granul
berukuran 12-25 μm merupakan sel dengan perbandingan inti lebih rendah dari sitoplasma
berisi butiran halus dan bertanggung jawab mengaktifkan system prophenoloksidase
(sistem proPO) (Ramu and Zakaria, 2000 dalam
Syahailatua, 2009). Sel semi
granular dan granular melakukan fungsi sistem proPO sedangkan sel hialin
melakukan fagositosis dalam imunitas krustasea (Wang and Chen, 2006 dalam Syahailatua, 2009)
Peningkatan
total hemosit berdasarkan hasil praktikum nilai THC tertinggi terdapat pada
kelompok 2 yaitu 8,05 (103 sel/mm3) dan yang terendah
terdapat pada kelompok 6 yaitu 2,3 (103 sel/mm3)
menunjukan bahwa antibodi dalam tubuh cherax
sp. kelompok 2 masih mampu berperan
dalam menstimulan respon imun dibandingkan dengan cherax sp. kelompok 6. Total hemosit dapat mempengaruhi kemampuan
inang untuk bereaksi melawan bahan asing dan berbagai respons terhadap infeksi
(Johansson et al. 2002 dalam Syahaitua,
2009). Total hemosit yang rendah sangat mempengaruhi kerentanan lobster
terhadap patogen (Lee Moullac et al.1998 dalam Syahailatua, 2009), sehingga total hemosit yang meningkat
dapat meningkatkan status kesehatan organisme tersebut karena dengan
peningkatan hemosit berarti meningkatkan peluang terbentuknya sel-sel fagositik
yang sangat berperan dalam mengendalikan serangan mikroorganisme.
Peningkatan
sel hialin, semi granular dan granular dalam hemosit merupakan salah satu
parameter peningkatan status kesehatan atau ketahanan tubuh udang. Ketiga sel
ini memiliki fungsinya masing-masing. Sel hialin berperan dalam aktifas fagositosis.
Sel semi granular berperan dalam aktifitas fagositosis, enkapsulasi, proPO dan
sitotoksis (Hose 1990; Johansson et al. 2000; Smith et al. 2003 dalam Syahailatua, 2009). Sel granular
yang paling sedikit jumlahnya dan terakumulasi dijaringan ikat (conective
tissue) dan sangat mudah dilepas ke dalam hemolim melakukan fungsi proPO
dan sitotoksis (Johansson and Soderhall 1989 dalam Syahailatua, 2009).
Nilai hialin tertinggi terdapat pada
kelompok 5 yaitu 80% dan yang terendah terdapat pada kelompok 1 dan 7 yaitu
31%. Peningkatan hemosit dalam praktikum ini berarti meningkatkan peluang terbentuknya
sel-sel hemosit yaitu sel hialin, semi granular dan sel granular juga
meningkat. Ketiga sel ini memiliki fungsi masing-masing. Ketika fungsi dari
masing-masing sel ini meningkat maka kemampuan untuk mengeliminir partikel
asing yang masuk juga meningkat, sehingga lobster dapat mempertahankan diri
dari serangan mikroorganisme. Dengan demikian, peningkatan sel-sel hialin dalam
hemosit merupakan salah satu parameter peningkatan status kesehatan lobster
yang tentunya tidak lepas dari peranan dan fungsi dari jenis-jenis lain dalam
hemosit (Febrianto, 2009).
Sel hialin merupakan sel dengan
perbandingan inti sel lebih tinggi dari sitoplasma dan memiliki sedikit
granula. Sel hialin melakukan fungsi dalam imunitas sebagai fagositosis
(Johansson et al. 2000 dalam Syahailatua,
2009). Persentase sel hialin normal pada lobster berkisar antara 31-81%.
Persentase sel hialin pada praktikum masuk dalam kisaran normal sehingga dapat
dikatakan kondisi kesehatan lobster yang di uji dalam keadaan sehat secara
klinis.
Sel semi granular merupakan sel
dengan jumlah inti sel yang lebih rendah
dibandingkan sitoplasmanya. Sel semi granular berperan
dalam enkapsulasi,
sitotoksis dan melepaskan sistem proPO (Johansson et
al. 2000 dalam Syahailatua, 2009).
Persentase sel semi granular pada lobster normal berkisar pada 13-49%.
Sel
Granular merupakan sel dengan perbandingan inti sel lebih rendah dari sitoplasma.
Sel ini berfungsi dalam menyimpan dan melepaskan sistem proPO maupun sebagai
sitotoksis bersama-sama dengan sel semi granular (Johansson et al.
2000 dalam Syahailatua, 2009). Nilai
granular tertinggi saat praktikum terdapat pada kelompok 1 dan 7 yaitu 69%
sedangkan granular terendah terdapat pada kelompok 5 yaitu 20%. Sedangkan persentase
sel granular pada lobster normal berkisar 6-42%. Persentase sel granular meningkat
dapat menyebabkan penurunan sel hialin sehingga berimplikasi dengan peningkatan
sel-sel granulosit. Dalam hal ini sel-sel hialin dan semi granular merupakan
bakal atau prekusor dari sel-sel granulosit. Dengan demikian sel-sel granulosit
yang terbentuk pada dasarnya merupakan sel-sel matang dari kedua jenis sel
lainnya. Peningkatan sel granular dalam praktimum ini menyebabkan kemampuan sel
ini untuk melepaskan sistem proPO juga meningkat (Syahailatua, 2009).
IV.
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, praktikan sudah bisa melakukan teknik pengukuran dan mengetahui
nilai parameter untuk menguji kesehatan ikan. Dari hasil praktikum total
hemosit darah, persentase sel hialin, dan sel granul masuk dalam kisaran normal
sehingga dapat dikatakan kondisi kesehatan lobster yang di uji dalam keadaan
sehat secara klinis.
4.2 Saran
Untuk
praktikum selanjutnya, diharapkan menggunakan sampel darah dari jenis-jenis
ikan air laut
IV.
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, praktikan sudah bisa melakukan teknik pengukuran dan mengetahui
nilai parameter untuk menguji kesehatan ikan. Dari hasil praktikum total
hemosit darah, persentase sel hialin, dan sel granul masuk dalam kisaran normal
sehingga dapat dikatakan kondisi kesehatan lobster yang di uji dalam keadaan
sehat secara klinis.
4.2 Saran
Untuk
praktikum selanjutnya, diharapkan menggunakan sampel darah dari jenis-jenis
ikan air laut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu