28 September 2013

GAMBARAN DARAH PADA LOBSTER


GAMBARAN DARAH PADA LOBSTER
oleh : Ita Apriani


I. PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

            Darah dianggap sebagai jaringan khusus yang menjalani sirkulasi, terdiri dari sel-sel dalam plasma darah. Aliran darah dalam seluruh tubuh menjamin lingkungan yang tetap, agar semua jaringan sel mampu melaksanakan fungsinya. Darah merupakan salah satu komponen sistem transport yang sangat vital keberadaannya. Peran darah di dalam tubuh yaitu sebagai pengangkut zat-zat kimia seperti hormon, sebagai pengangkut zat buangan hasil metabolisme tubuh, ataupun sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida (Handayani dkk, 2011).

            Darah merupakan cairan terpenting dalam tubuh makhluk hidup. Darah merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk melihat kelainan yang terjadi pada organism tersebut, baik yang terjadi karena penyakit ataupun kerena keadaan lingkungan. Sehingga dengan mengetahui gambaran darah dapat mengetahui kondisi kesehatan suatu organisme (Delman and Brown, 1989 dalam Prasetyo et al, 2008)

            Diketahuinya faktor kesehatan organism budidaya sangat penting guna mencapai suatu target yang diinginkan untuk mencapai suatu keberhasilan. Oleh karena itu, maka praktikum ini mempelajari mengenai gambaran darah pada lobster air tawar dengan sampel cherax sp untuk mempelajari lebih lanjut tentang fungsi dan gambaran darahnya.

 

1.2 Tujuan

            Untuk mengetahui gambaran darah pada lobster yang meliputi pengamatan pada Total Haemocyte Count (THC) dan Diferensial Hemosit (DH).


II. METODOLOGI

 

2.1 Waktu dan Tempat

            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 12 Maret 2012 pukul 07.00-10.00 WIB di Ruang Nutrisi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

 

2.2 Alat dan Bahan

            Alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya, haemacytometer, pipet sahli, syringe, gelas objek, gelas tutup, ember dan baki. Sedangkan bahan yang digunakan adalah lobster air tawar, Na Sitrat 3,8%, kapas beralkohol, larutan giemsa dan akuades.

 

2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Pengambilan sampel darah

            Hemolim diambil sebanyak 0,1 ml dari pangkal kaki jalan keempat menggunakan syiringe yang sudah berisi antikoagulan 0,1 ml. kemudian dilakukan homogenisasi dengan cara menggoyangkan tangan membentuk angka delapan selama 5 menit sampai homogen.

 

2.3.2 Pengamatan Total Haemocyte Count (THC)

            Hemolim diambil sebanyak 0,1 ml dibagian pangkal kaki jalan ke 5 dengan syringe 0,1 ml yang sudah berisi antikoagulan Na-sitrat sebanyak 0,1 ml untuk mencegah terjadinya penggumpalan hemosit, kemudian dihomogenkan selama 5 menit. Tetesan pertama hemolim pada srynge dibuang, selanjutnya hemolim diteteskan ke haemositometer dan dihitung jumlah selnya per ml dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 40 kali. Total hemosit count dihitung dengan menggunakan rumus:

 

Total Hemosit = rata-rata ∑ sel terhitung x 1/volume kotak besar x FP x 1000

Keterangan :

FP = Faktor pengencer

2.3.3 Pengamatan Diferensial Hemosit (DH)

            Gelas objek dipegang dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri, kemudian darah diteteskan sedikit pada objek (A) pada bagian sebelah kanan. Setelah itu, gelas objek lain (B) diletakkan disebelah kiri tetesan darah. Kemudian tarik gelas objek (B) ke kanan membentuk sudut 30o . setelah darah menyebar, maka gelas B didorong dengan cepat ke kiri sehingga darah menyebar ke seluruh permukaan gelas objek (A). setelah di ulas, kemudian dikeringkan di udara dan difiksasi dengan methanol 100% selama 5 menit. Setelah itu dikeringkan di udara kembali dan diwarnai dengan cara direndam dilarutan giemsa 10% selama 30 menit dikeringkan di udara, dicuci dalam air mengalir selama 30 detik dan dibiarkan kering. Preparat diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 100 kali dan dibedakan menurut jenisnya yaitu sel hialin, semi granular dan granular. Persentase jenis sel hemosit dihitung dengan menggunakan rumus:

Persentase jenis sel hemosit % = jumlah tiap jenis sel hemosit / total hemosit x 100


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

 

3.1 Hasil

            Di bawah ini adalah data yang diperoleh pada waktu pengamatan praktikum gambaran darah pada lobster.

Tabel 1. Hasil pengamatan Total Haemocyte Count (THC) dan Diferensial Hemosit (DH)

Kelompok
THC
(103 sel/mm3)
DH
% Hyalin
% Granular
1
2.6
31
69
2
8.05
53
47
3
3.62
73
27
4
2.9
55
45
5
5.5
80
20
6
2.3
56
44
7
3.9
31
69
8
2.45
42
58

            Berdasarkan tabel 1 diatas, nilai THC tertinggi terdapat pada kelompok 2 yaitu 8,05 (103 sel/mm3) dan yang terendah terdapat pada kelompok 6 yaitu 2,3 (103 sel/mm3). Nilai hyaline tertinggi terdapat pada kelompok 5 yaitu 80% dan yang terendah terdapat pada kelompok 1 dan 7 yaitu 31%. Nilai granular tertinggi terdapat pada kelompok 1 dan 7 yaitu 69% sedangkan granular terendah terdapat pada kelompok 5 yaitu 20%.

 

3.2 Pembahasan

            Sistem peredaran darah pada lobster air tawar disebut dengan sistem peredaran terbuka. Dengan sistem ini, lobster air tawar tidak memiliki arteri atau vena untuk mengalirkan darahnya. Darah yang mengandung oksigen dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Darah lobster air tawar tidak mengandung hemoglobin, melainkan hemosianin yang mempunyai daya ikan dengan oksigen sangat rendah (Lukito, 2007).

            Imunostimulasi merupakan strategi alternatif untuk mensiagakan atau menyiapkan sistem pertahanan (imun) lobster sehingga meningkatkan resistensi melawan bakteri patogen (Rodriguez and Lee Moullac, 2000 dalam Syahailatua, 2009). Sistem imun pada crustacea meliputi reaksi selular dan humoral yang terkait dengan hemolim. Beberapa parameter imun yang berhubungan dengan hemolim seperti perhitungan total hemosit (THC), differensial hemosit (DHC), aktifitas phagositosis (AP) dan aktifitas phenoloksidase (PO) telah digunakan untuk evaluasi pengaruh imunostimulator pada crustacea (Rengpipet et al. 1998; 2000; Gomez- Gil et al. 2000; Gullian et al. 2004; Li et al. 2008 dalam Syahailatua, 2009)

            Mekanisme pertahanan pada krustasea sebagian besar bergantung pada sel-sel darah dan proses hemolim. Darah lobster tidak mengandung haemoglobin, sehingga darahnya tidak berwarna merah. Peran haemoglobin digantikan oleh haemosianin yaitu suatu protein mengandung Cu yang berfungsi untuk transport oksigen dan sebagai buffer dalam darah krustasea (Maynard, 1960 dalam Syahailatua, 2009). Hemosit memainkan peranan penting pada pertahanan tubuh krustasea yaitu dapat menghilangkan partikel asing yang masuk ke tubuh udang, meliputi tahap-tahap pengenalan, fagositosis, melanisasi, sitotoksis dan komunikasi sel (Johansson et al. 2000 dalam Syahailatua, 2009).

            Sedangkan menurut Jasmanindar (2009) pada sistem ketahanan krustasea, hemosit memainkan peranan utama. Dimana pada awalnya hemosit menghilangkan bahan asing dalam hemocoel melalui fagositosis, enkapsulasi dan nodular aggregation (Söderhäll and Cerenius, 1992 dalam Jasmanindar, 2009). Selanjutnya hemosit berperan dalam penyembuhan luka melalui cellular clumping dan proses koagulasi melalui pelepasan faktor yang diperlukan untuk plasma gelation (Johansson and Söderhäll, 1989; Omori et al., 1989), membawa dan melepas sistem prophenoloxidase (proPO). Selain itu juga mensintesis dan melepaskan molekul penting, misalnya antibacterial peptides.

            Pada krustasea ada tiga tipe sirkulasi hemosit. Tipe ini didasarkan pada keberadaan sitoplasma granula yaitu hialin, semi granular (setengah berisi butir kecil) dan sel granular (berisi butir kecil) masing-masing memiliki morfologi dan fisiologi tertentu. Hialin berukuran 6-13 μm merupakan sel dengan perbandingan inti lebih tinggi dari sitoplasma dan memiliki sedikit granul submikron. Semi granular berukuran 10-20 μm merupakan sel dengan perbandingan inti lebih rendah dari sitoplasma dan memiliki granul sub mikron dan mikron serta adanya granul. Semi granular memperlihatkan kapasitas mengenali dan merespons partikel unsur atau molekul asing (Ramu and Zacharia, 2000 dalam Syahailatua, 2009) atau dikenal sebagai sel aktif dalam enkapsulasi (Johansson et al. 2000 dalam  Syahailatua, 2009).

            Granul berukuran 12-25 μm merupakan sel dengan perbandingan inti lebih rendah dari sitoplasma berisi butiran halus dan bertanggung jawab mengaktifkan system prophenoloksidase (sistem proPO) (Ramu and Zakaria, 2000 dalam  Syahailatua, 2009). Sel semi granular dan granular melakukan fungsi sistem proPO sedangkan sel hialin melakukan fagositosis dalam imunitas krustasea (Wang and Chen, 2006 dalam Syahailatua, 2009)

            Peningkatan total hemosit berdasarkan hasil praktikum nilai THC tertinggi terdapat pada kelompok 2 yaitu 8,05 (103 sel/mm3) dan yang terendah terdapat pada kelompok 6 yaitu 2,3 (103 sel/mm3) menunjukan bahwa antibodi dalam tubuh cherax sp. kelompok 2  masih mampu berperan dalam menstimulan respon imun dibandingkan dengan cherax sp. kelompok 6. Total hemosit dapat mempengaruhi kemampuan inang untuk bereaksi melawan bahan asing dan berbagai respons terhadap infeksi (Johansson et al. 2002 dalam Syahaitua, 2009). Total hemosit yang rendah sangat mempengaruhi kerentanan lobster terhadap patogen (Lee Moullac et al.1998 dalam Syahailatua, 2009), sehingga total hemosit yang meningkat dapat meningkatkan status kesehatan organisme tersebut karena dengan peningkatan hemosit berarti meningkatkan peluang terbentuknya sel-sel fagositik yang sangat berperan dalam mengendalikan serangan mikroorganisme.

            Peningkatan sel hialin, semi granular dan granular dalam hemosit merupakan salah satu parameter peningkatan status kesehatan atau ketahanan tubuh udang. Ketiga sel ini memiliki fungsinya masing-masing. Sel hialin berperan dalam aktifas fagositosis. Sel semi granular berperan dalam aktifitas fagositosis, enkapsulasi, proPO dan sitotoksis (Hose 1990; Johansson et al. 2000; Smith et al. 2003 dalam Syahailatua, 2009). Sel granular yang paling sedikit jumlahnya dan terakumulasi dijaringan ikat (conective tissue) dan sangat mudah dilepas ke dalam hemolim melakukan fungsi proPO dan sitotoksis (Johansson and Soderhall 1989 dalam Syahailatua, 2009).

            Nilai hialin tertinggi terdapat pada kelompok 5 yaitu 80% dan yang terendah terdapat pada kelompok 1 dan 7 yaitu 31%. Peningkatan hemosit dalam praktikum ini berarti meningkatkan peluang terbentuknya sel-sel hemosit yaitu sel hialin, semi granular dan sel granular juga meningkat. Ketiga sel ini memiliki fungsi masing-masing. Ketika fungsi dari masing-masing sel ini meningkat maka kemampuan untuk mengeliminir partikel asing yang masuk juga meningkat, sehingga lobster dapat mempertahankan diri dari serangan mikroorganisme. Dengan demikian, peningkatan sel-sel hialin dalam hemosit merupakan salah satu parameter peningkatan status kesehatan lobster yang tentunya tidak lepas dari peranan dan fungsi dari jenis-jenis lain dalam hemosit (Febrianto, 2009).

            Sel hialin merupakan sel dengan perbandingan inti sel lebih tinggi dari sitoplasma dan memiliki sedikit granula. Sel hialin melakukan fungsi dalam imunitas sebagai fagositosis (Johansson et al. 2000 dalam Syahailatua, 2009). Persentase sel hialin normal pada lobster berkisar antara 31-81%. Persentase sel hialin pada praktikum masuk dalam kisaran normal sehingga dapat dikatakan kondisi kesehatan lobster yang di uji dalam keadaan sehat secara klinis.

            Sel semi granular merupakan sel dengan jumlah inti sel yang lebih rendah

dibandingkan sitoplasmanya. Sel semi granular berperan dalam enkapsulasi,

sitotoksis dan melepaskan sistem proPO (Johansson et al. 2000 dalam Syahailatua, 2009). Persentase sel semi granular pada lobster normal berkisar pada 13-49%.

            Sel Granular merupakan sel dengan perbandingan inti sel lebih rendah dari sitoplasma. Sel ini berfungsi dalam menyimpan dan melepaskan sistem proPO maupun sebagai sitotoksis bersama-sama dengan sel semi granular (Johansson et al. 2000 dalam Syahailatua, 2009). Nilai granular tertinggi saat praktikum terdapat pada kelompok 1 dan 7 yaitu 69% sedangkan granular terendah terdapat pada kelompok 5 yaitu 20%. Sedangkan persentase sel granular pada lobster normal berkisar 6-42%. Persentase sel granular meningkat dapat menyebabkan penurunan sel hialin sehingga berimplikasi dengan peningkatan sel-sel granulosit. Dalam hal ini sel-sel hialin dan semi granular merupakan bakal atau prekusor dari sel-sel granulosit. Dengan demikian sel-sel granulosit yang terbentuk pada dasarnya merupakan sel-sel matang dari kedua jenis sel lainnya. Peningkatan sel granular dalam praktimum ini menyebabkan kemampuan sel ini untuk melepaskan sistem proPO juga meningkat (Syahailatua, 2009).


IV. KESIMPULAN

 

4.1 Kesimpulan

            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, praktikan sudah bisa melakukan teknik pengukuran dan mengetahui nilai parameter untuk menguji kesehatan ikan. Dari hasil praktikum total hemosit darah, persentase sel hialin, dan sel granul masuk dalam kisaran normal sehingga dapat dikatakan kondisi kesehatan lobster yang di uji dalam keadaan sehat secara klinis.

 

4.2 Saran
            Untuk praktikum selanjutnya, diharapkan menggunakan sampel darah dari jenis-jenis ikan air laut
IV. KESIMPULAN

 

4.1 Kesimpulan

            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, praktikan sudah bisa melakukan teknik pengukuran dan mengetahui nilai parameter untuk menguji kesehatan ikan. Dari hasil praktikum total hemosit darah, persentase sel hialin, dan sel granul masuk dalam kisaran normal sehingga dapat dikatakan kondisi kesehatan lobster yang di uji dalam keadaan sehat secara klinis.

 

4.2 Saran
            Untuk praktikum selanjutnya, diharapkan menggunakan sampel darah dari jenis-jenis ikan air laut

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tinggalkan pesan dan kesan terbaikmu