Budidaya Cacing Sutra
By : ita apriani
Ita_ap@yahoo.co.id / hp :
085-764-698-865
Wadah
pemeliharaan
Wadah berupa kotak kayu berukuran
100 cm x 50 cm x 15 cm (Lampiran 1). Wadah dibuat bertingkat di mana jarak antar
wadah yaitu 20 cm. Setiap wadah dilapisi lembaran plastik agar dapat menampung
air dan mencegah 4 terjadinya kebocoran dan dapat memberikan suasana lingkungan
yang mendukung bagi budidaya cacing oligochaeta seperti yang dilakukan oleh
Chumaidi et al. (1988). Aliran air dibuat dengan sistem resirkulasi di mana air
dipompa dan dimasukkan ke dalam wadah, selanjutnya air buangan dari wadah
dimasukkan kembali ke dalam wadah untuk mengisi air di wadah pemeliharaan.
Media
Kultur
Media berupa lumpur kolam halus
sedalam 3 cm dan kotoran ayam potong hasil fermentasi sedalam 3 cm. Sebelum
digunakan, lumpur dijemur di bawah sinar matahari langsung hingga kering
kemudian dimasukkan ke dalam wadah dan kotoran ayam diambil dari kotoran ayam
ras/potong/pedaging kemudian dijemur di bawah sinar matahari langsung hingga
kering selama kurang lebih 6 jam (Puspitasari 2012; Sinaga 2012). Wadah
digenangi air setinggi 2 cm di atas permukaan substrat. Setelah diisi air,
wadah dibiarkan tergenang selama 10 hari. Penggenangan dilakukan agar pupuk
awal pada media dapat terurai oleh bakteri sehingga bakteri tersebut dapat
menjadi pakan awal bagi cacing sutra. Substrat yang digunakan untuk
pemeliharaan cacing berupa lumpur dan kotoran ayam dengan komposisi
perbandingan 1:1 (Djokosetiyanto et al. 1991).
Penebaran
Cacing Sutra
Cacing sutra yang digunakan berasal
dari kelas Oligochaeta yang diperoleh dari pengumpul cacing sutra. Penebaran
cacing dilakukan setelah penggenangan wadah (setelah air jernih di dalam
wadah). Cacing yang dikultur memiliki ukuran panjang 2-5 cm pengamatan secara
visual. Kemudian bibit dibersihkan dan ditimbang sebelum ditebar secara merata
ke media budidaya. Cacing sutra yang ditimbang dimasukkan ke dalam media.
Aklimatisasi cacing dilakukan dengan cara menambahkan air dari wadah budidaya
ke dalam gelas plastik yang berisi cacing sehingga air dari wadah dan di dalam
gelas bercampur. Cacing sutra ditebar sebanyak 150 g/m2 .
Pemberian
Pupuk
Kotoran ayam sebagai pupuk diambil
dari kotoran ayam ras/potong/pedaging. Kotoran ayam yang diberikan adalah yang
telah dikeringkan selama 6 jam, difermentasikan menggunakan EM4 selama 5 hari
(Puspitasari 2012; Sinaga 2012). Pemberian pupuk dilakukan 5 hari sekali dengan
dosis yang diberikan sebanyak 1 kg/m2 atau 500 g/wadah. Proses fermentasi
kotoran ayam menggunakan EM4 sebagai aktivator fermentasi, gula pasir dan air.
Proses ini diawali dengan pembuatan larutan aktivator: (a) Sebanyak 3,75 g gula
pasir dan 4 5 ml EM4 dimasukkan ke dalam 300 ml air, (b) Campuran tersebut dicampurkan
pada 10 kg kotoran ayam dan diaduk secara merata, dan (c) Kotoran ayam yang
telah diberi campuran aktivator tersebut dibungkus dalam plastik untuk proses
fermentasi selama 5 hari. Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik
menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme atau segala macam
metabolisme (enzim, jasad renik secara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau reaksi
kimia lainnya) melakukan perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan
menghasilkan produk akhir. Sebelum di pupuk, aliran air pada wadah dimatikan.
Kemudian pupuk yang sudah bercampur air dituang merata pada wadah dan wadah
didiamkan sampai pupuk mengendap. Setelah itu aliran air dinyalakan kembali.
Pengelolaan
Air
Pemeliharaan menggunakan sistem
pengairan tertutup yang artinya penggunaan air kembali atau resirkulasi, di
mana setiap tingkat dibuat pengairan masuk dan keluar yang berujung di wadah
pemeliharaan dan air di wadah pemeliharaan kembali digunakan. Tujuan dari
sistem ini adalah untuk mengurangi penggunaan sumberdaya air dan lahan yang
terbatas. Debit aliran yang digunakan sebesar 1.500 ml/menit (Puspitasari 2012;
Sinaga 2012). Debit air yang masuk ke dalam wadah diatur dengan menggunakan
klep pada selang pemasukan.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah cacing
sutra berada pada puncak populasi. Puncak populasi ditentukan dengan melihat
kepadatan cacing pada malam hari, dimana seluruh permukaan sudah dipenuhi oleh
cacing sutra. Pemanenan dilakukan dengan mengambil seluruh lapisan bahan
organik yang didiami cacing sutra, kemudian dipindahkan ke dalam wadah berupa
ember plastik dan didiamkan selama 6 jam. Setelah 6 jam maka cacing sutra
dengan sendirinya akan memisahkan diri dari media yang ikut terbawa pada saat
pemanenan Puspitasari (2012) dan Sinaga (2012).